Rakyat tahu kita punya beras, jagung, kedelai, dan bahan pangan lainnya. Rakyat pun tahu itu pangan kebutuhan pokok orang Indonesia. Sudah menjadi makanan kita sedari dulu.
Rakyat kita pun tahu sedari dulu kita tak mampu memenuhi keinginan perut sendiri. Makanan yang sedari dulu kita makan terpaksa dibeli dari negara lain. Hingga muncul sesosok harapan -A new hope- (Catatan: Bukan serial Star Wars). Ia katakan Indonesia akan swasembada pangan.
Swasembada kedelai, jagung, dan beras. Bahkan ada hitung-hitungannya. Pimpinan rakyat pun berkata pabila dalam tiga tahun tak swasembada, maka yang mengurus pertanian akan dipecat. Rakyat pun tahu Kementerian Pertanian dipimpin Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Fakta
Setelah tiga tahun tujuan mulia swasembada hanyalah impian belaka. Rakyat kita telah ketahui bagaimana mau swasembada kalau kebutuhan pangan saja Indonesia masih impor.
Di tahun 2019, pertanian alami gagal panen hingga swasembada pangan tak terwujud. Impor gila-gilaan dilakukan untuk stabilitas harga dan mencegah kartel pangan memanfaatkan momentum gagal panen untuk permainkan harga sembako.
Bambang Haryo, salah satu perwakilan rakyat Komisi VI DPR RI sarankan Presiden Jokowi memanggil Kementan untuk dievaluasi. Setali tiga uang, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika katakan kesalahan ada di Kementerian Pertanian, tapi tanggung jawab tetap pada Presiden. Rakyat kita semestinya tuntut Presiden untuk evaluasi kepemimpinan di Kementan. Jangan sampai presiden kita tersandera swasembada pangan yang selama ini diklaim Kementan.
Gagal panen, gagal swasembada pangan, banjir impor pangan tak kan terjadi jika Mentan Amran Sulaiman tidak mismanajemen pertanian dan berhasil genjot Alih fungsi lahan menjadi sawah. Hal ini juga setidaknya masih memungkinkan untuk diperbaiki jika presiden tepati janjinya mencopot Mentan Amran Sulaiman pada tiga tahun plus satu hari sejak pimpinan Kementan dilantik.
Akibat