Apa itu Corona dan Covid 19?
Kata corona sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti mahkota. Bentuk virus corona menyerupai mahkota. Sedang penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2 disebut Covid-19, akronim dari coronavirus disease 19.
Virus merupakan sebuah organisme mikroskopik (super kecil) yang tersebar di berbagai penjuru dunia dan cenderung bersifat parasit. Hampir semua ekosistem di dunia mengandung virus dan dianggap sebagai organisme yang paling banyak di planet bumi. Lalu virus ini apakah berbahaya bagi kesehatan manusia?
Beberapa tahun sebelumnya ada beberapa jenis virus yang menjadi wabah diselurh dunia, misalnya Sars, yang terjadi pada tahun tahun 2002 dan baru teridentifikasi di awal tahun 2003. Penyakit ini kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai negara.
Kini, virus sejenis flu yan bernama corona virus (COVID-19 ). Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan. Virus ini cepat menyebar dengan memalui kontak fisik, maupun melalui benda. Seluruh dunia kini berlomba untuk menemukan vaksin virus mematikan ini. Yuk, simak artikelnya berikut ini.
Corona virus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
Pada 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.
Hasil penelitian profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research, berdasarkan analisis data sekuens genom publik dari Covid-19 dan virus terkait, tidak menemukan bukti bahwa virus itu dibuat di laboratorium atau direkayasa seperti yang dirumorkan bahwa virus ini merupakan hasil rekayasa genetika.
Para ilmuwan menemukan bahwa bagian RBD dari protein lonjakan (SARS-CoV2)telah berevolusi sehingga bisa efektif menargetkan fitur molekuler di bagian luar sel manusia yang disebut ACE2, reseptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah.
Protein lonjakan (SARS-CoV-2) nyatanya sangat efektif untuk mengikat sel-sel manusia. Dari situ, para ilmuwan menyimpulkan, itu adalah hasil seleksi alam dan bukan produk rekayasa genetika. Bukti evolusi alami ini didukung oleh data tulang punggung (backbone) (SARS-CoV-2), yakni struktur molekul keseluruhannya.