Masa remaja merupakan masa yang penting, masa remaja menjadi masa transisi, masa remaja menjadi masa perubahan, masa mencari identitas, masa dengan banyak masalah, masa yang meningkatkan ketakutan dan menjadi fase untuk menjadi masa dewasa. (Triyono & Rimadani, 2019)
Pada masa remaja tentunya melewati proses perkembangan yang tidak jauh dari pengaruh perkembangan teknologi di masa sekarang ini, contohnya seperti media sosial. Media sosial yaitu suatu media komunikasi yang menggunakan internet dan menjadikan teknologi informasi di masa sekarang. Dengan adanya media sosial dapat memberikan informasi yang menyebar dengan mudah di masyarakat. (Hana & Suwarti, 2020)
Dampak positif dari penggunaan media sosial yaitu sebagai media penyebaran informasi, sarana untuk mengembangkan keterampilan dan sosial, memperluas jaringan pertemanan. Sedangkan dampak negatif pada remaja yaitu kekerasan di media sosial yaitu cyberbullying. (Triyono & Rimadani, 2019)
Bullying berasal dari kata Bully yang berarti suatu kata yang menunjuk atau mengarah pada suatu ancaman atau bahaya yang dilakukan oleh individu kepada orang lain. Akibatnya dapat menimbulkan gangguan psikologi seperti stress, baik secara fisik maupun mental pada korban. Bullying mempunyai makna seperti rundung dan merundung yang berarti mengganggu, menjahili dan mengusik secara terus menerus. Bullying merupakan perbuatan yang dilakukan oleh oleh individu kepada orang lain yang secara sengaja sehingga membuat seseorang tersebut merasa takut bahkan terancam. (Alwi, n.d.)
Cyberbullying merupakan bentuk bullying yang terjadi di media sosial. Cyberbullying yaitu suatu perbuatan yang dapat merugikan atau menyakiti orang lain yang dilakukan baik secara sengaja ataupun tidak dengan menggunakan media internet atau media sosial. Untuk tujuan dari cyberbullying ini yaitu untuk mengganggu, meneror, mengancam, menghina, mempermalukan di depan umum, mengucilkan secara sosial bahkan merusak reputasi orang lain. (Arista, 2015)
Menurut Doane, Pearson & Kelley (2014) pemicu dari bullying yaitu dari faktor keluarga, sekolah dan kelompok teman seangkatan. Sedangkan perbuatan cyberbullying ini bermotif dari perasaan dendam, sakit hati, marah dan perasaan frustasi. Selain itu, perilaku kekerasan bullying biasanya memang tidak memiliki aktivitas yang positif. Sementara itu, sarana teknologi sekarang tersedia dan mudah dapat diakses, akibatnya pelaku melakukan hal yang tidak berguna atau bermanfaat. Selain itu bisa juga disebabkan oleh pelaku ini merupakan korban juga dari bullying sehingga pelaku melakukan cyberbullying dengan melampiaskan dendam dan marahnya kepada orang lain. (Rahmat Syah & Istiana Hermawati, 2018)
Dampak dari bullying di dunia maya ini dapat menjadilkan dampak yang serius kepada kesejahteraan emosional dan sosial pada remaja. Pada penelitian ran et al., (2012) dibuktikan bahwa korban cyberbullying memiliki pengalaman yang buruk seperti dimarahi oleh orang lain di media sosial yang mengakibatkan tingkat kepercayaan mereka hilang atau mereka yang menjadi korban akan terus menerus menjadi korban cyberbullying. Selain itu, jika terjadi pembullyan di media sosial korban akan merasakan malu, menangis, merasa tertekan, kehilangan teman di sekolah, dan mengalami insomnia bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri. (Rahmat Syah & Istiana Hermawati, 2018)
Selain itu dampak dari cyberbullying yaitu secara fisik : remaja akan mengalami sakit kepala, insomnia, kelelahan, kehilangan nafsu makan. Secara psikologis dan emosional : remaja akan mengalami rasa ketakutan, merasa diteror, kecemasan, kesedihan, penderitaan stress bahkan sampai depresi. Di sekolah : motivasi remaja akan berkurang untuk datang ke sekolah dan mengalami penurunan konsentrasi dan nilai akademik. Secara psikososial : remaja akan mempunyai sifat menyendiri tidak mau bergaul dengan orang lain, pengucilan bahkan penolakan sosial (Triyono & Rimadani, 2019)
Upaya untuk menangani cyberbullying adalah dengan cara memahami apa yang telah pelaku lakukan kepada korban. Selain itu dengan melaksanakan program brainstorming (tukar pendapat). Program brainstorming memberikan kesempatan kepada para remaja untuk melakukan sharing dengan tujuan untuk memahami dan mengerti informasi mengenai masalah dan apa yang dirasakan oleh mereka. Dengan adanya brainstorming ini guru di sekolah atau orang yang dipercaya sebagai teman mengobrol akan memberikan solusi untuk membantu mengurangi dan mengatasi masalah tersebut. Sehingga korban akan merasa ada yang memahami perasaan mereka dan bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut. (Rahmat Syah & Istiana Hermawati, 2018)
Selain itu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan cara untuk tidak sering memposting sesuatu. Memposting dengan sering atau berlebihan ini dapat mengganggu orang lain, sehingga dapat memancing adanya cyberbullying. Lalu, menghindari konten postingan yang aneh yang dapat menyebabkan pro dan kontra. Sebaiknya dengan membatasi memposting konten yang mengganggu, pintar untuk memilih teman di sosial media, karena semakin banyak teman di sosial media akan memungkinkan semakin banyak komentar yang ada, dan tidak semaunya untuk bercerita di media sosial. Lebih baik jika ingin bercerita maka bercerita kepada secara pribadi bukan di media sosial. Dikarenakan setiap orang mempunyai pendapat atau persepsi masing-masing. (Rahmat Syah & Istiana Hermawati, 2018)
Selain penjelasan diatas, upaya selanjutnya adalah dengan peran orang tua dalam mengawasi anaknya yaitu dengan cara : meluangkan waktu lebih banyak kepada anak, menciptakan situasi keluarga yang harmonis dan mendukung untuk tumbuh kembangnya, mengawasi pergaulan sosial anak terutama penggunaan sosial media, membantu dan mengenali minat dan bakat anak, memberikan penghargaan atau reward setiap apa yang telah mereka lakukan sehingga anak akan merasa dihargai, memberikan contoh kepada anak bagaimana cara untuk mengatasi atau meredam rasa marah secara bijak dan mengajarkan untuk meminta maaf apabila telah melakukan sebuah kesalahan. Dengan adanya rasa bersalah dan meminta maaf, perasaan ini akan melatih anak untuk mengendalikan emosi dan membuat rendah hati. Dikarenakan ucapan meminta maaf tidak gampang untuk diucapkan ketika sedang emosi. (Rahmat Syah & Istiana Hermawati, 2018)