Suku Makassar memang sangat kental dengan panggilan daengnya, bahkan kota Makassar mendapatkan julukan KOTA DAENG. Panggilan daeng ini disematkan kepada orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Pada zaman dahulu, panggilan daeng tidak boleh kepada orang sembarang, masyarakat yang tidak memiliki nama kedua (areng makarua) maka tidak boleh di panggil daeng. Strata masyarakat yang tidak memiliki nama kedua merupakan ATA atau dikenal dengan istilah BUDAK.
Panggilan daeng ini tidak mengenal jenis kelamin, ketika kita bertemu dengan siapa saja yang dianggap lebih tua dari kita atau yang kita tuakan maka kita menyapanya dengan sapaan Daeng, tidak memandang apakah Dia seorang laki-laki atau seorang perempuan.
Bagaimana areng makarua atau pakdaengang itu muncul?
Pakdaengang biasanya disematkan kepada seorang anak (laki-laki dan perempuan) ketika setelah di khitan dengan ritual dan prosesi tertentu. Pemilihan namanya pun tidak sembarang, biasanya pemilihan nama diambil dari leluhur atau paling tidak sesuai dengan sifat yang dikehendaki oleh orang tua kepada anaknya. Mengapa? Karena pakdaengang juga dianggap sebagai sebuah doa yang ampuh bagi perjalanan hidup si anak kedepannya. Contoh Daeng Gassing; anak tersebut diharapkan menjadi anak yang kuat.
Pemilihan nama pakdaengang juga biasanya dari ciri-cirik fisik, misalnya; Daeng Kebok karena anak tersebut memiliki kulit yang putih. Pemberian pakdaengang juga boleh dilakukan ketika anak baru lahir atau pada saat anak tersebut di akikah atau istilah Makassarnya ni panngalleang areng.
Persoalannya sekarang, banyak Pakdaengang yang disematkan kepada seseorang berasal dari nama pertamanya (bukan sesuai dengan paragraf yang sebelumnya). Contoh, teman saya bernama Haris maka disapalah Dia Daeng Haris. Sebenarnya tidak salah, namun pemberian pakdaengang lebih bagusnya kalau pakdaengang itu menjadi nama kedua buat orang tersebut.
Apakah kata Daeng mengalami Degradasi?
Jawabannya, iya. Seiring dengan perubahan zaman, bagi masyarakat yang hidup di kota, kata Daeng ini disematkan (maaf) kepada tukang becak, tukang bentor, tukang batu, dan tukang-tukang yang lain sehingga ketika ada orang yang dipanggil daeng maka akan mendapatkan ejekan dari kerabat atau sahabat terdekat. Hal ini yang menyebabkan hilangnya nilai bagi kata DAENG itu sendiri. Padahal, menyematkan pakdaengang bagi anak, tentu akan lebih membuktikan keAKUan sebagai orang Makassar.
Ironisnya, banyak orang Makassar yang kehilangan identitas sebagai orang Makassar karena tidak memiliki Pakdaengang. Lebih ironis lagi pemerintah membuat program acara PEMILIHAN DARA DAN DAENG, padahal kata Daeng ini boleh untuk laki-laki boleh juga untuk perempuan.
Maaf kalau ada yang tersinggung.
A. Nojeng Daeng Moke (08 Desember 2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H