Lihat ke Halaman Asli

Menerima Itu, Baik

Diperbarui: 3 Agustus 2018   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah fenomena yang menurut saya patut diberikan perhatian khusus. Maraknya persoalan-persoalan mengenai ketidak harmonisanan sauatu kelompok satu dengan kelompok lainnya karena berbeda pendapat, pemikiran dan masalah masalah yang sebenarnya kita anggap sepele membuat kita was was ketika ingin menyampaikan sebuah ide atau identitas diri ke publik, apalagi ketika kita sebagai kaum minoritas daram kelomppok tersebut.

Saat ini Indonesia sedang dalam masa kritis toleransi, dan diserang akan pahan etnosentrisme. Paham etnosentrsme adalah sebuah persepsi yang dipunyai masing-masing individu yang menganggap bahwa kebudayaan yang dimiliki lebih baik dari budaya lainnya. Bisa dikatakan etnosentrisme adalah sikap fanatisme terhadap suku bangsanya sendiri.

Orang yang etnosentris akan menilai kelompok lain dengan nilai yang relatif kurang baik daripada kelompok dan kebudayaannya, khususnya yang berkaitan dengan bahasa, perilaku, kebiasaan, dan juga agama. 

Seperti yang kita ketahui bahwa menerima suatu pemikiran ataupun prinsip dari luar yang bertentangan dengan diri kita itu tidaklah mudah. Oleh karenannya terbuka pada apa yang ada di depan kita merupakan pilihan terbaik dalam menjalani hakikat kita sebagai makhluk sosial. Keterbukaan adalah suatu hal yang harus ditingkatkan, dengan begitu rasa toleransi pun akan bertumbuh sejalan dengannya.

Taukah kalian salah satu sebutan bagi Indonesia itu apa? Yup Negara Pluralis, merupakan istilah bagi bangsa Indonesia karena keanekaragaman yang dimilikinya. Pluralis didefiniskan sebagai suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.

Tuh, sebutannya saja sudah Negara Pluralis tapi kok tidak seperti kenyataanya ya saat ini. Jadi ayo mulai kita rubah pola pikir kita yang masih tertutup akan hal hal yang berbeda dengan prinsip kita menjadi lebih terbuka akan prinsip atau keyakinan yang lainnya. Persatuan bisa hadir karena keberagaman, dengan saling menghargai antar sesama makhluk-NYA, menghargai pendapat, pola pikir, hingga keyakinan. Karena pada setiap agama tentunya memiliki kebenaran yang mereka anggap hakiki.

Jadi, jangan hakimi mereka yang berbeda pola pikir, keyakinan atau apapun itu dengan kita kawan. Perbedaan bukanlah sesuatu yang mengerikan, namun itulah yang membuat semuanya menjadi lebih indah dan berwarna. Sebagai contoh saya ambil pelangi, Ia tidak menawan karena terdiri dari satu warna saja melainkan karena ia terdiri dari berbagai warna yang berbeda-beda. Salah satu yang ingin saya tekankan disini ialah "menerima bukan berarti mengimani".  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline