Lihat ke Halaman Asli

Merengkuh Damai dan Cinta Kasih: Pesan bagi Indonesia dari Negeri Morella

Diperbarui: 15 Juli 2016   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Merengkuh damai dan cinta kasih. Kira-kira pemikiran inilah yang saya dapatkan ketika saya mengikuti acara pukul sapu lidi di negeri Morella, Ambon. (sebagai catatan, sepemahaman penulis, di pulau Ambon kata negeri digunakan untuk menggantikan kata desa)  

Saya berkesempatan untuk mengikuti acara ini pada tanggal 13 Juli 2016. Acara ini biasanya dilakukan pasca Idul Fitri pada tanggal 7 syawal. Acara pukul sapu lidi ini dilakukan sebagai suatu peringatan akan jatuhnya benteng Kepahaha di negeri Morella. Acara ini juga dilakukan untuk memperingati salah seorang pahlawan dari negeri ini yaitu kapitan Telukabessy. (lih. di sini)

Tentunya, atraksi pukul sapu lidi ini sangatlah menarik untuk diikuti. Betapa menariknya acara ini dapat dilihat dengan banyaknya kehadiran masyarakat sekitar pada acara tersebut. Namun, bagi saya, hal yang menarik justru ada pada pidato pembukaan yang diutarakan oleh gubernur Maluku yang hadir pada waktu itu, Bapak Said Assagaff.  Tentunya, sebagai warga non-Maluku, ketertarikan saya pada pidato Bapak Assagaff mempunyai konteks. 

Ketertarikan saya pada pidato pembukaan dari beliau disebabkan oleh dua hal. Pertama, saya tertarik dengan pidato dari beliau dikarenakan Maluku, secara khusus pulau Ambon, merupakan wilayah pascakonflik. Masih segar di dalam ingat-ingatan kita sebagai masyarakat Indonesia mengenai kerusuhan yang terjadi di Ambon selama 18 tahun terakhir. Kedua, pada acara atraksi pukul sapu lidi ini saya melihat ada negeri basudara (bersaudara) dari negeri Morella yang hadir pada acara ini, yaitu negeri Soya. Hal ini menarik bagi saya adalah negeri Soya adalah negeri Kristen, sedangkan negeri Morella merupakan negeri muslim. Kehadiran dua agama yang pernah dikatakan "bertikai" pada waktu konflik di tempat ini pada waktu acara pukul sapu lidi ini tentunya merupakan suatu pesan tidak tertulis yang luar biasa.  

Di dalam dua konteks pemikiran ini, penulis menggarisbawahi dua hal yang penulis ingat sebagai suatu pesan untuk merengkuh damai dan cinta kasih bagi masyarakat yang hadir pada waktu itu. 

Pertama, beliau menyatakan peribahasa berikut: "Ale rasa beta rasa, potong di kuku rasa di daging." Peribahasa ini ingin menyatakan keterikatan darah dari orang-orang Ambon. Apabila kehadiran dua agama besar di dalam acara ini memang mempunyai sebuah arti, maka saya mungkin dapat menerjemahkan peribahasa tersebut di dalam konteks kehadiran dua agama tersebut demikian: "Anda memang seorang Kristen, anda memang seorang Islam, tapi kalian semua bersaudara." Pesan ini tentunya merupakan suatu pesan bagi kedua kubu agama yang hadir untuk merengkuh damai. Mengapa orang-orang yang hadir perlu merengkuh damai itu? Karena katong samua basudara (kita semua bersaudara). 

Kedua, seingat saya, beliau juga menyatakan demikian: "rekan-rekan pers dapat menyatakan pada dunia bahwa Maluku bukanlah daerah konflik. Tapi Maluku adalah daerah yang penuh dengan cinta kasih." Bagi saya, pesan ini luar biasa! Di tengah-tengah situasi pascakonflik, tentunya kebencian menjadi bagian dari keluarga yang kehilangan sanak saudaranya. Luka hati, duka masih tetap tersisa di dalam sanubari masyarakat. Di dalam konteks inilah kata-kata ini dilontarkan, yaitu situasi pascakonfliktif ini merupakan daerah yang penuh dengan cinta kasih. Di dalam kata-kata itu, terdapat semangat untuk melakukan rekonsiliasi. Tidak hanya itu, bagi saya, untaian kata ini juga bertujuan untuk terus mempertahankan kedamaian yang ada. Dengan kata lain, agar masyarakat dapat merengkuh cinta kasih. 

Saya melihat bahwa pesan untuk merengkuh damai dan cinta kasih ini juga dapat diserukan kepada Indonesia. Berbicara mengenai Indonesia yang multikultur, tentunya hubungan antar agama atau suku menjadi lebih kompleks lagi. Ada enam agama ditambah lagi agama suku dan juga sekitar 1340 suku (berdasarkan sensus penduduk tahun 2010) yang melebur di dalam satu nama Indonesia. Situasi yang penuh perbedaan ini tentunya dapat memicu konflik. Situasi yang multikultur ini pun dapat menjadi situasi konfliktif apabila manusia-manusia Indonesia (meminjam istilah dari Mochtar Lubis) tidak dapat merengkuh damai dan cinta kasih. Mengingat primordialisme suku dan fundamentalisme yang selalu menjadi ancaman laten bagi bangsa ini.

Dengan demikian, pesan untuk merengkuh damai dan cinta kasih masih kontekstual, tidak hanya di negeri Morella namun kontekstual bagi bangsa ini. 

Merengkuh damai. Para pendahulu bangsa berjuang bersama untuk meraih kemerdekaan, berjuang dengan peluh bahkan sampai berdarah-darah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Mereka mengesampingkan berbagai kepentingan pribadi untuk mencapai kemerdekaan dan berdirinya negara Indonesia, sang ibu pertiwi. Kita sebagai penerus bangsa, anak-anak dari sang ibu pertiwi, merupakan darah dan daging dari ibu pertiwi. Indonesia adalah tanah air kita. Karena itu, terlepas dari suku, agama ataupun status sosial kita, katong samua basudara. Inilah pesan yang pertama dari negeri Morella bagi Indonesia, suatu pesan untuk merengkuh damai.

Merengkuh cinta kasih. Kalau boleh jujur, merengkuh cinta kasih tidaklah mudah. Prasangka suku, stigma yang melekat, konflik yang pernah terjadi antar suku ataupun agama di Indonesia membuat kita sebagai anak-anak dari ibu pertiwi malah meretas benang cinta kasih. Retasan cinta kasih  ini terjadi (mungkin) karena luka hati, kebencian yang sudah berakar di dalam kehidupan antarsuku ataupun antaragama di Indonesia. Namun, merengkuh cinta kasih juga berarti suatu usaha dari berbagai pihak di Indonesia untuk melakukan rekonsiliasi. Karena itu, merengkuh cinta kasih  di Indonesia juga merupakan perjuangan dari seluruh elemen masyarakat yang ada di Indonesia. Dengan demikian, dengan memperjuangkan cinta kasih di Indonesia, anak-anak dari ibu pertiwi dapat menyatakan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang penuh dengan cinta kasih. inilah pesan yang kedua dari negeri Morella bagi Indonesia, suatu pesan untuk merengkuh cinta kasih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline