Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa Terjerat Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) yang Berpengaruh terhadap Kesehatan Mental

Diperbarui: 19 Februari 2024   02:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

 

Dewasa ini bermedia sosial bukanlah sesuatu hal asing, hampir setiap kalangan menggunakannya terutama bagi mereka yang menduduki usia dewasa awal. Melalui media sosial penggunanya dapat dengan mudah memperoleh berbagai informasi berkaitan aktivitas, berita atau tren yang tengah hangat diperbincangkan. Tidak ada batasan dalam mengunggah konten di media sosial, seseorang mampu membagikan momen tertentu salah satunya berkenaan dengan pencapaiannya. Apabila kita tidak bijak dalam menyikapinya maka akan menjadi boomerang untuk diri sendiri. Pasalnya, informasi yang tersebar melalui media sosial mampu memicu individu merasa “tertinggal” terhadap individu lainnya atau saat ini populer dikenal sebagai fenomena FOMO (Fear of Missing Out), selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh JWTIntelligence pada tahun 2012 tercatat bahwa FOMO dialami oleh sejumlah 40% pengguna internet di dunia.

FOMO diartikan sebagai keterlibatan individu agar tetap terhubung melalui jejaring sosial sehingga dirinya berada di posisi terdepan terkait informasi atau tren tertentu. Bahkan, tidak menutup kemungkinan untuk timbul gejala FOMO lainnya yakni  kecemasan dengan membandingkan kehidupan terhadap individu lain yang tampak sempurna.

Lantas apa korelasi FOMO dengan kesehatan mental? Jika kondisi FOMO tidak segera dikendalikan, FOMO dapat berakibat negatif bagi kesehatan termasuk kesehatan mental.  Remaja dan dewasa awal seperti mahasiswa rentan terkena fenomena FOMO sebab di rentang usia 18-25 tahun merupakan kelompok usia yang berpotensi kecanduan atas penggunaan internet. Selain itu, menuju tahap dewasa awal, di mana mereka memiliki tanggung jawab terhadap kehidupannya. Kendati demikian, jika kehidupan orang lain yang dianggap lebih baik terekspos di media sosial maka muncul perasaan tidak puas atas keadaannya. Sehingga menurunnya harga diri dan kepercayaan diri seseorang dan akhirnya menyebabkan dampak buruk seperti gangguan tidur, kecemasan berlebihan, hingga depresi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline