Lihat ke Halaman Asli

Junus Barathan.

Profesional.

Pemuda Bertopi Merah, Itu Adalah Aku

Diperbarui: 18 Juli 2019   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri 1986 puncak Rinjani

Terkisah di tahun 1986, 4 orang pemuda bertekad menaklukan puncak gunung Rinjani dengan ketinggian kurang lebih 3.700 meter dari permukaan laut. Saat itu Rinjani masih serba alami, yang ada hanya jalan setapak melalui lereng sebelah utara. 

Dengan bekal dan peralatan secukupnya, kalau boleh dikatakan seadanya saja, tapi kami berempat bulat sepakat harus bisa mencapai puncak gunung Rinjani yang begitu megah dan menantang. 

Menelusuri jalan setapak yang ditumbuhi rumput ilalang setinggi 1.5 meter, sehingga pandangan kami sering kali terhalang oleh ilalang yang bergoyang tertiup angin gunung. Tiba di pungung gunung kami disambut segerembolan hewan (kera) yang berwarna coklat dengan ukuran yang lebih besar dari biasanya. Mereka hanya minta sedikit makanan dari para pendaki dan tidak mengganggu. 

Mendekati puncak matahari telah condong kebarat, kami berhenti beristirahat dan mendirikan tenda, masak mie untuk makan sore dan membuat wedang kopi. Sambil menikmati kopi panas kami menyaksikan kilau air danau "segara anak" memantulkan cahaya pelangi dihiasi bunga-bunga abadi (edelwise) yang tumbuh subur. 

Keesokan harinya sebelum matahari terbit, kami bersiap menuju puncak dengan bekal secukupnya terutama air mineral, berbarengan saat itu juga ada 2 kelompok pecinta alam yang juga menuju puncak, seakan terjadi kompetisi untuk mencapai puncak Rinjani. 

Kurang lebih 10 menit kami berada dipuncak, menyanyikan lagu "Syukur" dan mengambil beberapa photo, lalu kemudian kami segera turun. Karena tak lama lagi kurang lebih pukul 11.00 wita, kabut akan turun menutupi jalan akan berbahaya jika diteruskan. 

Kami merasa bangga dan bersyukur dapat bersahabat dengan alam di puncak Rinjani walau hanya sekejab mata. Kami merasa bukan apa-apa dibanding keagungan alam ciptaan-Nya. Desau pucuk-pucuk pinus tertiup angin meninggalkan kesan dan kenangan indah, petualangan 4 lelaki pecinta alam "Pripalasa" Singosari Malang. Kami berjanji suatu saat nanti, kami akan kembali. 

Singosari, 18 Juli 2019

@J.Barathan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline