Pedang "Naga Puspa" masih tergenggaman, menetes
darah yang mulai mengering. Aria Kamandhanu sang
pendekar dari desa Manguntur, menahan rasa sakit di
dada terkena pukulan ajian pamungkas syair berdarah
dari Aria Dwipangga, kakak kandungnya sendiri.
Teruyung beberapa langkah dan kembali tegak berdiri
Aria Kamandhanu menatap tajam sosok tubuh yang
tergeletak di depannya. Penuh luka berdarah sekujur
tubuh, goresan pedang naga puspa sungguh berbahaya
harus ditahan dengan kekuatan tenaga dalam.
"Bagaimana kakang Dwipangga, kita lanjutkan lagi",
berkata Aria Kamandhanu sambil membersihkan sisa
dara yang keluar di sudut bibirnya. Tak terdengar
jawaban dari Aria Dwipangga, hanya terlihat nafasnya
yang tersenggal-senggal menahan rasa sakit.
Hening...
Tiba-tiba terdengar menggema syair-syair berdarah
Aria Dwipangga,
"Wahai rembulan malam sampaikan padanya
Aku kan datang di malam purnama berikutnya
Kutunggu dia di pelataran Candi Kurawan
Dendam asmara bebuyutan kita selesaikan"
Berkelabat banyangan hitam menembus dedaunan
meninggalkan desiran angin, Aria Dwipangga
menghilang di kegelapan malam.
Singosari, 13 Juli 2019
@J.Barathan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H