Lihat ke Halaman Asli

Noer Ima Kaltsum

Guru Privat

Thukmis (Lelaki Tua Genit)

Diperbarui: 28 Februari 2016   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Oleh : Noer Ima Kaltsum

Ketika masih kecil hingga remaja, aku paling eneg bila melihat thukmis.  Setiap ada lelaki tua, baik jejaka, beristeri maupun duda dengan gaya genit bermuda kami menyebutnya thukmis alias bathuk klimis. Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih laki-laki tua yang suka berdandan, rambutnya diberi minyak disisir hingga kelihatan rapi, klimis. Nah jidatnya ikutan klimis.

Selain penampilan rambutnya klimis, lelaki tua itu mengantongi sisir kecil di dalam saku celana bagian belakang. Jalannya bergaya, yang bikin eneg adalah bersiul-siul cari perhatian. Kalau ada lelaki tua macam gitu rasanya eneg aja. Biasanya genit, cari perhatian pada perempuan. Entah itu gadis, perempuan beristeri, janda, yang muda dan sudah tua.

Setelah sekarang berkeluarga dan bekerja, bila aku mendapati lelaki tua macam begitu rasanya mau muntah. Eneg. Ternyata lelaki tua macam itu alias thukmis sampai sekarang sering kutemukan.

Dulu waktu aku masih kecil ada tetangga yang thukmis. Tidak hanya satu orang, bahkan banyak orang. Kini satu per satu dari mereka sudah tiada. Akan tetapi mungkin sekarang muncul thukmis yang lain. Entahlah. Sekarang aku tinggal di luar kota kelahiran, jadi tak tahu keadaan orang-orang kampung.

00000

Di kantor ada seorang teman kantor yang cukup tua bahkan sudah memiliki beberapa cucu. Sejak awal mengenal temanku tadi, aku sedikit menjaga jarak. Maklumlah, sepertinya ini orang thukmis. Biarpun sudah berusia lima puluh tahun lebih tapi rambutnya hitam. Tiap bulan berganti, tidak saja rambutnya yang hitam tapi kulit kepalanya juga hitam. Haduhh.

Namanya juga bergaul di tempat kerja, jadi aku juga harus bersikap sewajarnya saja. Sepertinya beliau yang terhormat sering mendekatiku ngobrol apa-apa secara umum. Tapi lama-lama kok ngobrolnya tidak sewajarnya.

Teman-teman yang lain sudah mengingatkanku : hati-hati lo dengan simbah. Oke, aku menjauh pelan-pelan biar tidak menyinggung beliau, yang terhormat. Aku bersyukur bisa terlepas, merdeka dari beliau. Akhirnya beliau dekat dengan temanku yang lain yang usianya sebaya denganku. Temanku sepertinya menanggapi. Lama kelamaan hubungan itu semakin akrab. Bahkan temanku pernah bercerita bahwa beliau lelaki tua thukmis pernah bermimpi berkencan dengannya.

Aku benar-benar merinding dibuatnya. Selamat-selamat temanku, untung dalam mimpinya bukan aku yang diajak kencan. Pada suatu hari, di kantor ada acara santai. Ketika aku mau mengambil makan siang, beliau yang terhormat juga mau mengambil makanan. Beliau mendekatiku lalu berkata setengah berbisik,”Bu, kita jarang ngobrol ya.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline