Di tengah gempuran jadwal harian yang penuh sesak dan tekanan hidup modern, ada satu cara sederhana yang sering diabaikan untuk menikmati hari libur: tidur sambil malas-malasan.
Ungkapan populer ini menjadi sorotan ketika pengguna X, @fverocious, menyampaikan pandangannya pada sebuah postingan berisi, "Tidur sambil bermalas-malasan adalah perayaan mencintai hari libur dengan cara yang paling sederhana."
Sebuah kalimat sederhana yang ternyata menggambarkan sesuatu yang jauh lebih mendalam---filosofi tentang pentingnya istirahat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Tidur, dalam konteks ini, bukan hanya aktivitas fisik untuk memulihkan tenaga, tetapi juga sebuah penghormatan pada waktu luang yang kadang terasa langka.
Pada hari-hari libur nasional yang sering kali disambut dengan gegap gempita, ada keindahan sederhana dalam menikmati ketenangan di rumah tanpa rasa bersalah.
Bukankah ini juga bentuk perayaan? Seperti seorang penyair yang memilih diam untuk menikmati bait yang telah ditulis, begitu pula dengan mereka yang memilih tidur sebagai cara untuk menghormati hari-hari libur.
Di Indonesia, budaya istirahat memiliki makna yang unik. Ketika pemerintah menetapkan 27 hari libur nasional di tahun 2025, banyak masyarakat yang menyambut dengan suka cita.
Namun, tak sedikit yang memilih untuk tetap tinggal di rumah daripada bepergian ke tempat wisata. Ini bukan karena mereka malas, tetapi lebih pada penghormatan terhadap konsep waktu berkualitas yang dihabiskan tanpa tekanan atau rencana besar.
Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang teman dalam leluconnya, "Kalau libur kerja itu kesempatan jadi kasurpreneur, pemilik bisnis rebahan yang fokus pada profit ketenangan."
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, konsep ini juga mencerminkan pentingnya memahami harmoni antara kerja keras dan waktu istirahat.