Fifa World Cup Di Qatar seketika membuat mata masyarakat dunia terpukau dan takjub. Seolah-olah sebuah tabir baru dunia Islam dipersembahkan secara elegan kepada dunia, dan pada akhirnya mampu melahirkan pandangan baru. Jika selama ini negara dengan mayoritas penduduk Islam senantiasa digambarkan sebagai tempat dimana kemiskinan, kekerasan, terorisme, intoleransi, dan kelaparan senantiasa “bersemayam”, maka kesempatan yang diberikan kepada Qatar untuk menjadi tuan rumah piala dunia Fifa ini, bisa dikatakan menjadi jalan untuk membuka mata dunia terhadap Islam, masyarakat global” dihipnotis” untuk melihat sisi terang dan keelokan dari sebuah negeri Islam yang bernama Qatar sebuah negara kecil, namun memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar itu. Akan tetapi, gegap gempita suasana piala dunia Qatar ternyata tidak menyenangkan semua orang, terutama bagi mereka yang menentang pelarangan minuman keras dan tidak diperbolehkannya kaum LGBT untuk berkontribusi meski hanya untuk memasang sedikit symbol saja, Qatar dengan tegas mengatakan tidak menolerirnya.!!!
Kompetisi sepak bola dunia 4 tahunan ini diperkirakan akan dinikmati oleh lebih dari 1.1 milyar orang yang berbondong-bondong dari seluruh dunia hadir ke Qatar untuk menonton piala dunia ini. lebih dari 1,1 miliar orang bersiap untuk menonton dari rumah dengan pengeluaran yang diperkirakan mungkin lebih dari 220 miliar. Para pemerhati menyatakan bahwa Qatar telah menetapkan rekor sejarah baru untuk anggaran tertinggi yang pernah dialokasikan untuk piala dunia Fifa. Ini adalah peristiwa yang sangat monumental oleh Qatar dan merupakan peluang yang dimanfaatkan bangsa ini untuk menunjukkan kepada dunia bagaimana kekuatan negara kecil yang kaya minyak ini, baik dari segi kekayaan, prestise, infrastruktur, dan budayanya di panggung dunia. Sebagai negara Arab dan muslim pertama yang menjadi tuan rumah piala dunia tersebut. Qatar juga dengan penuh perhitungan mengambil moment ini untuk memperkenalkan agamanya kepada dunia yaitu Islam. Dengan men highlight pembacaan Alquran yang ditampilkan dalam upacara pembukaan, baliho yang berisikan hadits-hadits Rosulullah di area publik, dan berbagai pesan moral Islam yang menjadi nilai dasar moral bangsa Qatar, bahkan dalam ajang dunia ini Qatar mengundang beberapa tokoh dakwah paling terkenal untuk hadir. Ini adalah moment luar biasa untuk Qatar yang harus dilaksanakan dengan penuh perhitungan, dan dengan harapan bahwa semua agenda ini harus berjalan dengan baik.
Akan tetapi disisi lain, ada hal yang membuat semua mata yang tertuju pada Qatar melihat” keunikan” yang mereka tampilkan sebagai sebuah lubang besar, ada kelompok yang menyorot kekurangannya agar diperhatikan dengan seksama oleh dunia. Dari berbagai pemberitaan di media bisa kita lihat bagaimana negara Eropa melontarkan kritik yang cukup keras, orang-orang dari dunia barat dengan lantang mengajukan protes atas aturan yang dibuat Qatar tanpa henti, mulai dari sikapnya terhadap lgbt, penganiayaan terhadap pekerja migran, dan baru-baru ini larangan alkohol dari stadion. Bahkan sebuah televisi internasional terkemuka BBC pun pada akhirnya menunjukan sikap mereka terhadap Qatar, karena pilihan sikapnya yang sangat jelas terhadap kaum LGBT, saluran televisi internasional ini memboikot siaran upacara pembukaan untuk pertama kalinya.
Memang Qatar bukanlah negara tanpa cacat, sama halnya seperti negara lain mana pun. Qatar memiliki masalahnya sendiri, apa pun itu, Jika kita mencoba untuk melihat lebih jelas situasi dan kondisi dimana kecaman yang dilontarkan atas peraturan yang dibuat Qatar dalam penyelenggaraan piala dunia tahun ini, maka tidak terlalu sulit untuk memahami bahwa mereka didorong oleh islamofobia, rasisme, dan tentu saja dimanipulasi oleh begitu banyak kemunafikan akibat standar ganda dalam moral value yang di usung oleh si pengkritik.
Akibat pelarangan minuman beralkohol dan LGBT di turnamen Qatar ini, media-media barat mulai membuzer_kan beragam isu yang dijadikan senjata untuk menyerang Qatar pada piala dunia tahun ini. Untuk itu, mari kita coba melihat satu persatu masalah yang digaungkan tersebut. Pertama, larangan alkohol. Dalam budaya sepak bola dunia, alkohol seperti popcorn di bioskop, tetapi ketika kita melihat lebih dekat, kita melihat kritik yang diteriakan oleh dunia Eropa dan kroninya ini sama sekali tidak proporsional. Maksud saya, mengapa stadion di Prancis dapat menikmati tempat bebas alkohol dan tidak ada yang ribut ketika Prancis menjadi tuan rumah FIFA world cup? presiden fifa mengatakan "Anda akan mampu bertahan tanpa minum bir selama tiga jam. Terutama karena sebenarnya aturan yang sama berlaku di prancis atau di spanyol, atau di portugal, atau di skotlandia. di mana tidak ada bir diperbolehkan di stadion, sekarang di sini tampaknya menjadi hal yang besar karena ini adalah negara muslim, saya tidak tahu kenapa”.
Disini saya menafsirkan kalimat tidak tahunya presiden Fifa adalah alasan kenapa Islam melarang alcohol, ini hal yang wajar karena si presiden memang bukan seorang muslim. Atau apakah penolakan terhadap aturan ini adalah karena yang mengeluarkannya adalah negara Islam? Isu selanjutnya yang saat ini sangat diviralkan secara global adalah pembicaraan seputar hak-hak pekerja migran di Qatar. Memang setiap pekerja, migran atau bukan, memiliki perlindungan hak dasar atas hak asasi manusia, dan ini harus diberlakukan di semua negara di dunia. Bahkan dalam agama kita justru mengajarkan untuk menjunjung tinggi hak para pekerja, sebagaimana sabda Rasulullah, “Bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya mengering (Ibnu Madjah). Ajaran ini dimaksudkan dalam Islam agar tidak ada yang membela penindasan, kesewenang-wenangan, atau kecerobohan. Derasnya kritik global yang menghujat betapa tidak manusiawinya Qatar memperlakukan pekerja migran, seolah-olah menafikan situasi yang sama yang pernah dilakukan oleh negara-negara Eropa dan Amerika. Inilah hypocrisi atau kemunafikan lainnya akibat standar ganda mereka dalam mengambil sikap terhadap sebuah bangsa di luar mereka.
Sikap hipokrit Eropa dan kroninya ini begitu terang benderang kita saksikan. Terutama di eropa, kita melihat ada sesuatu yang cukup aneh di barat. Percaya atau tidak, negara-negara Eropa dan Amerika juga memiliki masalah yang sama dengan para migran. Siapa pun pasti ingat dengan penjajahan yang mereka lakukan, bahkan sampai saat ini. Dalam sejarah, ketika Eropa mengobrak-abrik dunia dengan semena-mena tanpa mempedulikan hak asasi bangsa lain? Tentu kita sudah sangat sering membaca dan bahkan nenek moyang kita sendiri yang mengalaminya, dan bahkan berlaku diseluruh belahan dunia. Atau apakah kita begitu takjub dengan mereka sehingga dengan tenangnya melupakan sejarah kelam ini? atau apakah itu benar-benar amnesia kolektif? Apakah ini bukan perlakuan buruk terhadap nilai-nilai kemanusiaan? atau apakah itu tidak berlaku untuk Eropa dan Amerika? Tanpa mengurangi empati buat semua pekerja migran diseluruh dunia umumnya, dan Qatar secara khusus atas perampasan hak dasar mereka sebagai manusia merdeka. Saya pikir kita semua harus meningkatkan kesadaran, dan memberikan dukungan atas perlindungan bagi mereka.
Dan terakhir, masalah lgbt. LGBT merupakan isu paling hangat dewasa ini. Namun di hampir semua negara Barat kelompok ini telah mendapatkan pengakuan terlepas dari masih adanya kontroversi penerimaan masyarakat terhadap eksistensi mereka. Akan tetapi sebagai negara yang berlandaskan hukum Islam, tentu saja Qatar tidak serta merta menerima keberadaan kelompok lgbt ini, karena memang Allah sendiri yang mengatakannya dalam Al quran. Nah, persoalannya itu kelompok pendukung lgbt yang senantiasa bernaung dalam payung liberalism, dimana penerimaan semua kelompok tanpa memandang latar belakang bahkan idiologi mereka sangat dijunjung tinggi. Mengapa ketika ada kelompok yang memiliki idiologi dan pemahaman seperti dalam ajaran Islam mereka tidak menerima sebagai mana adanya?
Masyarakat Qatar dalam menyikapi isu ini melemparkan analogi yang sangat rasional, ibarat ketika Eropa “menyambut” para pendatang yang mau berkunjung ke negaranya, para pendatang ini secara khusus diberitahu untuk mematuhi undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah disana. Mereka diminta untuk menghormati, mematuhi hukum, nilai moral, dan norma sosial yang berlaku disana, bahkan ketika peraturan dan norma yang berlaku disana itu bertentangan dengan nilai para pendatang sendiri. Terkhusus bagi umat Islam yang berkunjung ke Eropa dan Amerika, tidak sedikit yang dipanggil dan diwawancara khusus dalam ruang investigasi tertutup berjam-jam lamanya, dan masalah ini berlansung hingga hari ini. Namun mengapa ketika negara Eropa melakukan perjalanan ke negara muslim hak istimewa untuk menghormati nilai negara tuan rumah tidak lagi berlaku?
Sebaliknya mereka mengacuhkan dan menganggap peraturan yang dibuat oleh Qatar terlalu bertentangan dengan nilai-nilai global. Mereka dengan berbagai upaya menyuarakan agar peraturan yang dikeluarkan tersebut dirubah agar sesuai dengan idiologi dan aturan mereka sendiri. apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kalau dibilang ini cukup menggelitik dan terlalu kekanak-kanakan karena begitu demanding untuk mengatur dunia sesuai selera mereka.
Negara Eropa liberal sekuler mengalami "demam superioritas kompleks" meyakini bahwa idiologi liberal adalah idiologi terbaik didunia. Orang-orang kulit putih memandang bahwa idiologi ini merupakan yang terbaik, sehingga mereka memaksakan liberalisme ini pada bangsa lain. Mungkin dalam pandangan sebagian orang ini adalah hal yang baik dan harus dibawa ke seluruh pelosok bumi. Namun pandangan dunia itu sendiri merupakan kontradiksi. jika liberalisme memang mewakili kemampuan untuk mengekspresikan diri seperti yang diinginkan dan menerima semua orang apa adanya, mengapa kita tidak dapat menerima orang Qatar apa adanya? mentolerir nilai-nilai mereka apa adanya? bukankah liberalisme sangat terkenal dengan toleransi dan menerima orang lain apa adanya? atau apakah itu hanya berlaku untuk orang Eropa liberal yang diberikan kepada siapa saja, atau sekelompok orang selama kelompok tersebut setuju dengan mereka?