Bayu menatap layar komputernya yang gelap. Kursi besar di ruang kerjanya tak lagi terasa nyaman. Tumpukan dokumen di mejanya yang dulu selalu terasa penting, kini seperti tumpukan kertas tak berarti. Bayu, yang selama lima tahun terakhir dikenal sebagai CEO perusahaan multinasional, kini tinggal hitungan hari sebelum menyerahkan posisinya kepada penerus yang lebih muda.
"Pak Bayu, ada waktu untuk rapat sore ini?" suara sekretarisnya mengalihkan pikirannya.
Bayu hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Dulu, hanya mendengar namanya disebut sudah membuat dadanya membusung. Tapi sekarang, setiap panggilan itu seperti mengingatkannya bahwa masa keemasannya akan segera usai.
Saat rapat berlangsung, Bayu tidak benar-benar mendengarkan. Semua terlihat kabur. Di ruang yang penuh dengan rekan kerja, dia merasa sendirian. Pikirannya terus berkelana, membayangkan hari-hari setelah dia tak lagi berada di sini.
Bagaimana rasanya menjadi "orang biasa" lagi? Dari seorang yang dihormati, didengarkan, dan ditakuti, menjadi seseorang yang hanya dikenang lewat foto di dinding kantor. Perasaan itu menusuk batinnya.
Malam harinya, Bayu duduk di ruang tamu rumahnya. Hening, hanya suara jarum jam yang terdengar. Dulu, pulang ke rumah selalu menjadi momen pelepas lelah setelah seharian menghadapi rapat-rapat besar dan keputusan-keputusan penting. Tapi sekarang, rumahnya yang luas terasa dingin dan kosong. Istrinya, Rina, masuk dan duduk di sampingnya.
"Besok, Pak Ardi resmi diangkat jadi CEO baru ya?" tanya Rina hati-hati, mencoba membuka percakapan.
Bayu hanya mengangguk. Wajahnya kaku, tidak ada senyum atau emosi lain yang terpancar. Dia menghela napas panjang, merasa jiwanya terbenam dalam perasaan yang tak bisa dijelaskan.
"Aku ini siapa kalau bukan CEO lagi, Istriku?" suara Bayu lirih, seperti orang yang tenggelam dalam pikirannya sendiri. "Selama ini orang menghargai aku karena jabatan itu. Tanpa jabatan, apa aku masih berharga?"
Rina menatap suaminya dengan tatapan lembut. "Suamiku lebih dari sekedar jabatan. Kamu suami yang hebat, ayah yang luar biasa. Orang-orang mencintai kamu bukan karena jabatanmu, tapi karena siapa kamu sebenarnya."