Sudah berapa jam yang kalian habiskan untuk menonton video pendek dengan durasi yang sangat singkat dan berformat potret atau berdiri?
Fenomena ini telah menjadi budaya internet yang revolusioner. Di zaman sekarang, kalian bisa mendapatkan banyak informasi dalam waktu yang sangat singkat dan juga fleksibel.
Namun, bagaimana semua keuntungan ini bisa berujung pada dampak negatif terhadap otak kita atau, lebih spesifik lagi, kepikiran kita?
Konten Video Pendek
Pertama-tama, mari kita bahas apa yang dimaksud dengan "konten video pendek." Ini merujuk pada video-video pendek yang ada di platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok.
Video-video ini memiliki format beresolusi potret, yang berarti kalian bisa menontonnya tanpa harus memiringkan perangkat kalian. Keuntungan utamanya adalah kemampuan untuk mengakses informasi dengan cepat dan fleksibel. Di dunia di mana kita semua terburu-buru, konten video pendek menjadi pilihan utama.
TikTok dan Revolusi Media Sosial
Sejak kemunculan TikTok pada tahun 2019, fenomena video pendek semakin merajalela. Aplikasi ini telah merubah cara kita mengonsumsi konten di internet.
Perusahaan raksasa seperti Meta (sebelumnya Facebook) dan Google pun tidak tinggal diam. Mereka mulai mengembangkan fitur-fitur video pendek serupa untuk bersaing dengan TikTok.
Inilah yang kita sebut sebagai "fenomena TikTok-ification." Kini, hampir semua media sosial berlomba-lomba untuk menghadirkan video pendek kepada penggunanya.
Kecanduan Video Pendek
Namun, ada sisi gelap dari kecenderungan ini. Semakin banyaknya video pendek yang kita konsumsi, semakin sering kita merasa bosan.
Aktivitas yang dulunya menghibur, seperti bermain game atau menonton film, tampaknya tidak lagi bisa memuaskan kita. Ini adalah hasil dari apa yang disebut "lupa, mind atensi, dan retensi."