Lihat ke Halaman Asli

Noenky Nurhayati

TERVERIFIKASI

Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Menghentikan Kebiasaan Membentak dan Berteriak Kepada Anak

Diperbarui: 18 Oktober 2023   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Noenky Pribadi

Saat sedang berbicara, saat mengajar, memberikan arahan dan atau menerangkan pelajaran misalnya, sering kali beberapa anak-anak sepertinya tidak ada yang mendengarkan. Sebagian memandang keluar, memainkan benda yang ada di depannya, mencuri-curi berbicara dengan teman yang di seberangnya atau malah jelas-jelas melamun tidak memperhatikan. 

 Meski sudah mencoba menggunakan beberapa trik namun tidak berhasil. Seperti menaikkan volume suara, membuat suara yang berbeda, hingga mengemas pembelajaran secara apik interaktif namun tetap saja ada beberapa anak yang masih tidak memperhatikan dan mengabaikan. Ayah-bunda guru sudah mencoba dengan baik. Sudah mencoba bersabar, sudah mengulanginya berkali-kali, namun tetap saja belum bisa menguasai kelas dengan sempurna. Tentu akan muncul perasaan frustrasi, tidak dihormati, tidak dihargai, dan merasa selesai saja. Pernah merasakan hal yang seperti ini?

 Kedengarannya tidak asing ya? Meskipun ancaman, suap, dan bentakan sering kali merupakan satu-satunya hal yang berhasil, namun akan muncul perasaan bersalah, kesal, dan/atau terputus dari anak-anak setelah melakukannya. Ada rasa puas itu pun hanya sesaat. Segera kita akan menyadari bahwa luapan kekesalan yang telah kita keluarkan sangat tidak efektif dan malah memberikan rasa trauma bagi ayah-bunda guru maupun ananda dan siswa kita di sekolah. Sangat beruntung andainya  bisa membuat anak-anak mau mendengarkan dan bekerja sama tanpa harus menggunakan taktik yang mungkin tidak akan pernah kita gunakan saat kita menjadi guru atau orang tua. Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari kebiasaan berteriak atau membentak anak dengan suara keras?  

Berikut adalah 7 langkah untuk membantu kita semua mengenali bagaimana mengendalikan diri sendiri dan mengurangi teriakan tetapi lebih banyak melakukan penguatan.

 LANGKAH 1 : Pikirkan tentang situasi yang paling memicu untuk Berteriak/ membentak. 

Dengan mengenali situasinya, mungkin saat itulah ayah bunda dan guru dapat memahami mengapa ananda mengabaikan ucapan ayah-bunda dan guru sesaat setelah ayah-bunda dan guru mengajukan permintaan atau menyampaikan kalimat dan penjelasan. Atau mungkin saat itulah mereka membalas sikap dan tindakan ayah-bunda guru. Sebagai role model, hal ini tidak terlepas dari apa yang ayah-bunda dan guru juga tunjukkan kepada anak-anak. Apakah kita selalu menatap anak-anak dan memberi perhatian saat mereka membutuhkannya. Tentu kita  tidak boleh abai dalam hal ini. Bahasa tubuh dan sikap yang baik pada anak-anak akan mempengaruhi juga kedekatan mereka kepada kita. Peran gadget yang sering kali menyita perhatian juga bisa jadi sebagai pemicu untuk berteriak dan membentak.  

 LANGKAH 2 : Perhatikan perasaan yang muncul. 

Saat situasi yang akhirnya membuat kita secara spontan berteriak dan marah, apa yang kita rasakan? Amarah? Takut? Frustrasi? ke tidak berdaya an? Malu? Hal ini tentu juga akan membuat anak-anak takut dan merasa tidak aman. Meskipun berteriak atau membentak anak adalah bentuk dalam meluapkan emosi dengan tujuan menerapkan disiplin pada anak, namun rasa aman dan takut dapat membuat anak menjadi tidak betah. Tentunya kita semua tidak menginginkan hal ini terjadi. Karena anak-anak yang ketakutan akan sangat mungkin tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Jika anak didik kita memiliki pribadi yang tertutup, maka rasa untuk bercerita dengan orang tuanya atau membangun kedekatan dengan gurunya akan terhambat. 

 LANGKAH 3 : Perhatikan pikiran-pikiran yang muncul. 

Meluapkan emosi secara verbal terhadap anak-anak tentu dapat memiliki efek yang bertahan lama setelah kejadian berlangsung. Bila ayah-bunda guru tidak memperbaikinya maka efek psikologis jangka panjang dari membentak anak bisa memunculkan beragam penyakit psikologis pada anak. Saat anak-anak tidak mengindahkan ucapan dan perkataan yang kita sampaikan memang kita akan merasa kecewa dan kesal sekali. Mungkin di benak kita akan terbesit pikiran-pikiran seperti "Aku tidak percaya mereka melakukan itu! Beraninya mereka! Aku harus mengatasi ini atau anak-anak akan berubah menjadi anak nakal. Mereka terdengar seperti anak manja!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline