Pernah lihat tayangan iklan yang menyatakan "berani kotor itu baik"?
Pada tayangan iklan itu kita melihat visualisasi bagaimana anak-anak kecil bermain bola dan bajunya menjadi kotor. Padahal kita juga sudah terlanjur mempercayai ungkapan jika kebersihan adalah sebagian dari iman.
Lalu sebagai orangtua dan pendidik apakah kita juga akan memberikan pengalaman belajar kepada anak melulu kebersihan tanpa bermain kotor alias bermain dengan melibatkan pasir, tanah dan alam?
Anak-anak usia dini tentu saja membutuhkan banyak pengalaman dalam belajar, bermain ataupun berpetualang di dunianya agar menumbuhkan semangat belajar.
Namun di beberapa sekolah tempat mengajar biasanya selalu saja ada orang tua siswa yang bersikap anti ketika anaknya melewati pengalaman belajar dengan kotor-kotoran.
Saat menggunakan crayon, pewarna makanan, cat pewarna, tanah liat, menempel dengan lem dan alat bermain lainnya kadang kala dengan sangat terbuka mereka merasa keberatan.
Dampaknya pada anak yang terbiasa selalu di tempat yang bersih juga selalu muncul sikap antipati saat guru mulai memberikan pengalaman belajar yang menggunakan bahan-bahan yang berakibat kotor baik itu pada tangan maupun baju sekolahnya.
Hal ini ditunjukkan juga dengan ekspresi takut dan jijik saat memegang alat-alat bermain yang dianggap dapat menimbulkan kotor baik itu di tangan maupun seragam sekolah.
Sikap over protektif pada anak maupun orangtua tentunya justru akan membuatnya sulit melakukan interaksi pada lingkungan dan sosialnya serta akan tumbuh rasa kurang percaya diri.