Ada banyak cara yang biasanya orang tua lakukan untuk memberikan pelajaran kepada ananda ketika mereka melakukan kesalahan atau sekedar memberinya peringatan akan pelanggaran yang dilakukan oleh ananda di rumah. Salah satunya adalah dengan melakukan time out atau mengeluarkan anak dari suatu kegiatan atau menghentikannya sesaat dalam sebuah kegiatan dan pergi ke sudut untuk melakukan perenungan.
Namun tidak selalu hukuman dengan time out ini bisa berjalan sesuai keinginan dan mencapai target perubahan yang diinginkan oleh kita sebagai orang tua ya ayah-bunda, dan secara drastis mengubah perilaku mereka sesuai harapan.
Setiap kali ananda berperilaku buruk, biasanya orang tua akan segera memberi mereka time out ini/waktu istirahat. Entah mereka memiliki tangga khusus untuk duduk atau mereka dikirim ke kamar mereka untuk memikirkan apa yang mereka lakukan.
Namun pertanyaannya adalah mengapa time out ini tetap dilakukan jika itu tidak baik untuk anak-anak?
Waktu menyendiri/ time out pada kenyataannya memang dapat berhasil untuk beberapa anak, tetapi seringkali bukan karena alasan yang kita inginkan.
Waktu menyendiri/time out menjadi populer ketika cara berteriak dan hukuman fisik tidak dianjurkan dalam mendidik ananda, sebagai intervensi tanpa kekerasan (tentunya semua pembaca setuju itu adalah alternatif yang jauh lebih baik daripada memukul bukan?)
Psikologi time-out
Time out adalah contoh dari hukuman negatif-artinya sebagai orangtua, kita menghilangkan koneksi/waktu kita atau mengeluarkan ananda dari sesuatu yang positif untuk mengurangi perilaku tertentu. Anak-anak biasanya disuruh duduk di kursi, pijakan, atau di dalam ruangan selama waktu tertentu.
Apa yang terjadi dengan perilaku ananda? Mereka menjadi lebih tidak teratur karena berpisah dari orang tua atau mereka akan menghentikan perilaku tersebut untuk mendapatkan kembali hubungan dengan orang tua. Intinya mereka akan berpura-pura baik dimata ayah-bunda.