Lihat ke Halaman Asli

Noenky Nurhayati

TERVERIFIKASI

Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Berdamai dengan Diri dengan Cara Memaffkan Orang Lain

Diperbarui: 29 April 2023   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ketika seseorang menyakiti kita dengan sangat jahatnya kemudian kita menangis, sedih, dan nelangsa seakan-akan dunia begitu kejamnya karena sebuah khianat, janji bohong, telikung dan perselingkuhan ataupun hal lain sebagainya, boleh jadi kita akan sangat -- sangat sakit hati dan ter sakiti bahkan mendendam dengan cara yang telah dilakukan orang lain atau terhadap apa yang telah terjadi. Lalu kita pun menyusun cara bagaimana dapat membalas apa yang telah diperbuatnya dengan cara-cara yang selalu ada di benak kita sebagai strategi membalas dan biar tahu rasa bagi orang yang telah menyakiti. Apakah ini akan membuat kita puas? Lalu bagaimanakah cara terbaik untuk membalas orang yang telah menyakiti kita dengan sangat kejinya?

Patut kita sadari bahwa orang yang memendam perasaan marah dan dendam sering kali terjebak oleh hatinya sendiri karena dipenuhi oleh kemurkaan. Kemurkaan dan rasa marah bukanlah perasaan baik yang harus dipertahankan dan ada di dalam hati kita. Karena kita akan sibuk merangkai semua kejadian di sekitar untuk membenarkan perasaan kita dengan harapan yang berbeda. Sibuk menghubungkan banyak hal supaya memenangkan keyakinan bahwa kitalah yang benar sehingga akan ada masa di mana kita tidak tahu lagi mana benar dan mana salah. Dan kita pun menjadi tidak berbeda dengan orang yang telah berbuat jahat dengan kita sendiri.

Hal ini juga pernah terjadi dengan saya pribadi. Ketika atasan menahan semua kebijakan saya dan memperlakukan saya dengan tidak baik. Yang saya lakukan adalah membalas apa yang telah dilakukannya. Kita selalu berprinsip bahwa semua kesalahan selalu dimulai oleh orang lain dan kitalah sebagai korbannya tanpa mau mengoreksi diri sendiri dan selalu merasa benar dengan apa yang kita lakukan. Mengumbar kemarahan yang sama dan membalas dengan berbagai cara kita lakukan sebagai bentuk perlawanan dan pembuktian diri bahwa kita tidak semudah itu dikalahkan. Sejatinya tidak ada gunanya kita lakukan semua itu hanya karena sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan kita. Karena semakin lama hal ini akan memberikan dampak buruk pada pikiran, perasaan dan hati kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Rasululloh SAW sendiri pernah bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu" (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebuah tulisan dari Tere Liye ini kemudian menginspirasi dan menggugah keyakinan saya tentang memaafkan dan mengikhlaskan :

Yang pertama meminta maaf adalah si pemberani

Yang pertama memaafkan adalah si kuat

Yang pertama memberi adalah si kaya

Yang pertama memulai adalah di beruntung

Yang pertama melepaskan dengan tulus adalah si bahagia.

Siapa pun pastilah ingin hidup tenang dan bahagia bukan? Untuk bisa ikhlas dan bahagia, kita harus membebaskan perasaan dan hati kita dari rasa dendam dan marah. Bagaimana mungkin kita bahagia ketika kita membenci dan marah pada seseorang dan membiarkan ia bertengger dikepala kita siang dan malam karena kita sibuk mencari tahu dan mengatur strategi untuk membalas dan menyimpannya sebagai dendam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline