Mungkin ayah-bunda membuat sebagian besar keputusan mengasuh ananda berdasarkan pertimbangan perasaan ananda dan bukan karena disiplin atau hal lain yang seharusnya menjadi tolok ukur.
Hal ini cukup dipahami karena rasa cinta dan sayang yang besar dari ayah-bunda kepada ananda tentunya. Memenangkan perasaan ananda adalah pertimbangan utama ayah-bunda di atas apa yang mungkin terbaik untuk ananda, paling aman untuk ananda, paling sesuai untuk ananda dan juga ayah-bunda, dan lain sebagainya.
Namun sering kali juga ayah-bunda kemudian berubah pikiran tentang keputusan yang ayah-bunda buat karena perasaan mereka. Bertindak keras sedikit namun kemudian muncul perasaan tidak tega karena khawatir menyakitinya atau dampaknya yang tidak terbayang namun sangat dikhawatirkan.
Ini berarti ayah-bunda tidak konsisten dengan berpegang teguh pada apa yang ayah-bunda katakan akan ayah-bunda lakukan. Ayah-bunda mengoceh kemudian bernegosiasi dalam upaya membuat mereka merasa bahagia setelahnya. Ayah-bunda pasti mengalami seperti ini ya?
Ada saat ayah-bunda merasa seperti terus-menerus berjalan di atas kulit telur bersama ananda, selalu berhati-hati tentang bagaimana mereka bereaksi terhadap hal-hal yang ayah-bunda katakan dan lakukan.
Ayah-bunda menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan bagaimana perasaan mereka tentang berbagai hal. Hingga tanpa disadari ayah-bunda malah 'disetir' oleh ananda ketika ananda melakukan kesalahan. Ayah-bunda lah yang malah merasa bersalah dan kalah dalam berargumen sementara ananda merajuk untuk dimenangkan hatinya.
Ayah-bunda sering menemukan diri ayah-bunda mengambil perasaan Ananda. Jika mereka merasa sedih, ayah-bunda juga ikut sedih. Jika ananda merasa marah, lalu ayah-bunda juga merasa marah.
Jika demikian, lalu apa yang menjadi target dan patokan ayah-bunda untuk membentuk ananda dengan baik ke depannya jika ayah- bunda tidak memilikinya?
Tulisan berikut ini berusaha untuk mengajak ayah-bunda berwisata membaca bagaimana ayah-bunda menemukan jalan pengasuhan terbaik menurut ayah-bunda pada kondisi seperti ini.
Ketika ananda marah, apakah ayah-bunda merasa marah itu menimbulkan perasaan yang kuat dalam diri ayah-bunda tentang bagaimana: