Kata orang-orang negeri kita ini adalah negeri seribu musim. Ada musim rambutan,musim duren, musim mangga, musim pancaroba, musim kemarau dan masih banyak musim yang lain. Dan yang jelas setiap musim ada waktu panen. Begitu juga ketika musim penghujan datang, kita selalu panen. Bukan panen padi atau jagung , melainkan panen banjir. Ya, panen banjir di mana-mana. Tidak hanya di Jakarta saja yang menjadi pelanggan banjir, kota-kota besar lainpun ikut merasakan dampak alam yang mulai kurang bersahabat. Eit..tunggu dulu...! jangan salahkan alam, kasihan alam dan air yang sering menjadi tertuduh sebagai penyebab musibah. Tapi tengoklah diri kita, sudah bersahabatkah kita dengan alam...? Kalau kita mau jujur mengakui, sebenarnya kitalah yang menjadi penyebab datangnya musibah. Bagaimana mungkin tanah longsor bisa terhindarkan, jika hutan kita babat habis. Tidak ada akar-akar lagi yang menahan tanah. Bagaimana mungkin air akan mengalir menjumpai lautan, jika semua jalannya tertutup sampah. Bagaimana mungkin air yang jatuh dari langit langsung meresap ke dalam tanah, jika semua tanah sudah berubah menjadi beton. Tapi mau apa dikata, bubur sudah menjadi pengganti nasi. Yang perlu dipikirkan adalah solusi. Bagaimana agar kota besar macam Jakarta tidak lagi menjadi pelanggan banjir setiap musim hujan. Bahkan meski tidak musim hujanpun, asal hujan deras selama 1-2 jam saja air sudah melimpah ke mana-mana.
Rubber Dam Balgstuw Ramspol (sumber:www.government.nl)
Di Belanda ancaman banjir selalu hadir, terutama daerah delta IJssel yang merupakan delta yang rentan terhadap banjir. Dalam kondisi air yang mencapai ketinggian tertentu di Ketelmeer dan aliran sungai-sungai didelta IJssel, dan ditambah lagi dengan adanya badai dari utara-barat, maka ancaman banjir pasti terjadi. Berbagai alternatif telah dicoba untuk mengatasi banjir dan akhirnya ditemukan solusi yang dinilai lebih mudah dan murah untuk dilakukan menurut ukuran negeri Belanda. Solusi tersebut adalah "rubber dam", bendungan karet. Bendungan ini merupakan bendungan yang terbuat dari karet yang kuat. Bentuk dari "rubber dam" ini merupakan bentuk yang mirip dengan ban dalam sepeda akan tetapi dalam versi ukuran yang sangat besar. Bentuk memanjang dan diletakkan didekat sungai atau daerah-daerah yang sering tergenang air. Masing-masing ujung terdapat semacam alat yang mana didalamnya terdapat katup. Disamping katub bisa disambung lagi dengan karet yang lain lagi dan diakhiri dengan katup pula. Banyaknya karet tersebut tergantung kebutuhan. Kalau yang ada di Belanda sendiri ada 3 tempat untuk dengan panjang gabungan dari ketiganya adalah 240 meter. "Rubber dam" ini seperti layaknya ban dalam sepeda, maka jika tidak diperlukan akan kempis dan tenggelam di dalam air serta tidak terlihat. Jika tingkat air di Ketelmeer naik di atas lima puluh sentimeter, sistem diaktifkan. Sejumlah kecil udara ditiupkan ke bawah, maka katup dibuka, sehingga air mengalir. Air terus mengalir masuk ke dalam karet "ban" sampai tingkat air di dalam karet sama dengan tingkat air di luar. Setelah itu, udara tambahan dipompa ke dalam "ban" sehingga karet tersebut menggelembung besar dan kemudian bertindak sebagai bendungan. Pengisian bendungan karet ini memerlukan waktu sekitar satu jam. Ketinggian karet bendungan ini bisa mencapai 10 meter, sehingga cukup tinggi pula untuk menahan badai yang kuat. Untuk tahu bagaimana mekanisme kerja bendungan karet, bisa diintip videonya di sini. Nah...kira-kira Indonesia kapan ya bisa membuat bendungan karet seperti Belanda ? Bahan bacaan : http://www.government.nl/issues/water-management
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H