Lihat ke Halaman Asli

Misteri Mobil Nasional dan Nasib Mobil Lokal

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14237340061800714258

Membangun sebuah industri mobil memang sangatlah mahal Sekali . Antara lain mestimelakukan riset, Mendirikan pabrik yang memadai, juga membangun infrastruktur distribusi dan layanan After Sales (purna jual) yang baik.

Kegiatan Riset menghabiskan dana yanggak sedikit, misalnya Toyota yang kabarnya pernah menghabiskan 20 juta dollar perhari untuk kegiatan riset ini. Mendirikan pabrik juga tentu saja tidakmurah, sebagai contohGeneral motor yang menginvestasikan dananya sejumlah 700 juta dollar atau sekitar 8,8 trilyun rupiah untuk membangun pabriknya di Indonesia, Sebab pabrik yang di bangun harus sekalian yang berskala besar agar dapat memproduksi dalam jumlah masal sehingga bisa mengurangi biaya overhead danmenekan harga jual. Masihdi tambah lagi dengan membangun infrastruktur jaringan distribusi dan layanan purna jualnya ,karena ketika konsumen membeli mobil salah satu pertimbangan utamanya adalah : “apakah servis dan sparepartnya gampang?”. Singkatnya haruslahdibanguncounter/dealer-dealer di seluruh nusantara yang jumlahnya ada 33 provinsi ini.Dan semuanya harus dibayar menggunakan uang gak boleh pake Kembang apalagi kembang desa .*Abaikan

Selain Butuh Investasi yang tinggi, resikonya juga Tidak kalah tinggi. Persaingan pasar sangat ketat, apalagi banyak pemain2 lama yang sudah menancapkan kukunya dan sulit di goyahkan. Itu sebabnya Investor mikir-mikir dulu kalo harus begitu saja mengalirkan dananya ke pemain baru. Sehingga peran pemerintah dibutuhkan dalam hal ini jika ingin mengentaskan pemain-pemain anak negeri untuk bisa kompetitif dengan pasar.

Seperti kabar misterius yang kita dengar baru-baru ini (karena ada yang ngotot bilang ini mobil nasional dan ada yang kekeuh bilang ini bukan, jadinya misterius) dimana Padoeka Jang Moelia Jokowi menyaksikan penandatangan MoU olehperusahaan otomotif nasionalMalaysia yaitu proton dengan perusahaan Milik bang Hendropriyono yang saya lupa namanya dan yang alamatnya saya juga gak tau (katanya sih misterius juga) danyang saya juga belum tau persis apa isi MOU nya, namun sepertinya untuk membangun dan mengembangkan industri Mobil di Indonesia.Menurut saya selama masih dalam konteks business to business,gerakan bang hendro ini sebenarnya bisa menjadiopsi yang gak jelek, karena dengan menggandeng proton bisa meng cut budget riset yang besar dan mungkin jugabisa share investasi untuk pembangunan dan pengembangan Infrastrukturnya.Alasan kenapa tidak memilih bekerjasama dengan jepang atau pemain asing lainya, katanya disebabkan oleh kabar bahwa sampai lebaran monyet pun mereka gak kan mau memberikan transfer teknologi karena hal ini menyangkutpenguasaan pasardan teknologi yang tidak jauh-jauh dari kartel dan uang.Kekurangan nya mungkin adalah respon pasar, karena bahkan proyeknya belum dimulai pun sudah banyak yang merespon secara negatif. Ini di sebabkan antara lain masyarakat masih banyak yang sensitif dengan isu-isu yang menyangkut Negara tetangga kita itu (mungkin termasuk saya *NKRI harga Mati! Merdeka!) sehingga pasar tidak bisa menerima seutuhnya jika ini disebut sebagai mobil nasional. Malah bisa jadi ini menjadi blunder yangbisa membuat produknya nanti menjadi tidak laku. Meskitetap ada yang kekeuh untuk bilang bahwa ini adalah mobil nasional, mungkin untuk mencoba menanamkan mindset dan meredam sentiment negatifpasar.

Opsi yang lain adalah tentu saja mengangkatproduk-produk lokalyang sudah mulai berjalan dan memiliki visi yang jelas. Pernah dengar Tawon, FIN Komodo atau GEA ? Saya Juga Baru dengar *hehe,ini antara lain contoh-contoh mobil lokal yang di klaim oleh  Asosiasi Industri Automotif Nusantara (Asianusa) sebagai yang menggunakan hampir90 persen komponen dalam negeri (local content). Mobil GEA misalnya, mobil produksi dari INKA (Industri Nasional Kereta Api)ini sudah dimulai berproduksi kalo tidak salah sejak 2011 dan pernah mendapat pesanan sampai 250 unit.                                                                                                                                            Dan masih ada contoh2yang lain seperti mobil listrik ciptaan asep darmadi atauDanet Suryatama yang rela meninggalkan “kenyamanan” Fasilitas dan Gaji besarnya di Jepang demi mengembangkan Mobil dalam negeri yang berdaya saing.Juga mobil-mobil lokal lain yang namanya masih cukup asing sepertimobil wakaba, borneo dan kancil. Mendukung Pembangunan Industri yang rintisan domestik seperti ini tentu pekerjaan yang lebih berat dan lebih butuh waktu. Selayaknya kita optimis dan tidak underestimate terhadap kemampuan dan kreatifitas anak bangsa. Pemerintah antara lain perlu membantu dalam Investasi dan pembiayaan, baik memfasilitasi investor eksternal (yang lebih baik juga lokal) maupun langsung melalui BUMN misalnya, dan juga hal-hal yang lainya .

Keuntungan apabila mendukung base produk domestik sebagai mobnas  antara lain adalah penggunaan local content yang akan lebih tinggi dan ini tentu juga akan berefek positif dengan sektor2 lokal lainya. Branded mobil nasional akan lebih mudah di terima pasar sehingga memudahkan kampanye marketing yang otomatis sangat berpengaruh positif dalam pemasaran.  Karena produk dari darah dan daging anak negeri sendiri tentu lebih layak disebut mobil nasional dan bisa menjadi kebanggaan bangsa dan masyarakat.

Jadi Bagaimana Nasib Mobil nasional dan Mobil-mobil lokal kedepan? Kita liat saja dan berdoa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline