Makna kampung halaman yang sejati bukan merujuk pada suatu lokasi atau tempat tertentu. Kampung halaman yang hakiki mengacu kepada sosok yang membuat kita selalu merindu pulang usai raga diletihkan segudang aktivitas di tanah perantauan.
Bagi saya pribadi, kampung halaman itu bernama Ibu.
***
Well, memang benar. Dari sisi lokasi, saya punya kampung halaman. Letaknya di Kabupaten Bekasi. Di sanalah tempat Ibu tinggal. Sejak sepuluh tahun terakhir, ia tinggal seorang diri karena anak-anaknya, termasuk saya, sudah dewasa.
Kakak saya yang pertama tinggal di dekat rumah Ibu. Punya rumah sendiri. Sedangkan kakak kedua saya tinggal di bilangan Tangerang.
Saya, anak bungsu Ibu, sejak pertama kali bekerja pada 2011, telah merantau ke berbagai daerah. Sebut saja Bandung, Manado, Jakarta, Medan, hingga kini Banjarmasin.
Cita-cita saya sejak SMA memang merantau. Selain jengah dengan kemacetan ibukota dan kota-kota satelitnya, bagi saya, Indonesia begitu luas sehingga kurang pas rasanya jika kehidupan kita hanya terbatas pada seputaran rute Jakarta-Bekasi.
Ada dua fakta historis mengapa saya menasbihkan sosok Ibu sebagai kampung halaman sejati. Pertama, tanpa kehadiran Ibu, saya tidak akan pulang ke rumah. Itu terjadi pada Lebaran tahun lalu.
Kala itu, Ibu memutuskan berwisata keluar negeri jelang Idulfitri. Saya yang mendengar kabar itu dari Ibu, langsung memutuskan untuk tidak pulang ke Bekasi. Saya tetap berlebaran di Banjarmasin, dan mengisi aktivitas cuti bersama dengan berwisata ke Balikpapan.