Lihat ke Halaman Asli

Adhi Nugroho

Blogger | Author | Analyst

Nasi Kuning Berkuah Kaldu? Adanya di Gorontalo!

Diperbarui: 19 Maret 2017   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi Kuning Hola. Nasi Kuning Berkuah Kaldu Asal Gorontalo.

Jumat, 16 Februari 2001. Gegap gempita rakyat bergemuruh di sepanjang jalan raya, ketika iring-iringan yang membawa Suryadi Sudirdja dan Tursandi Alwi dari Bandara Jalaludin ke panggung utama di pusat kota melintas di hadapan mereka. Campur aduk. Pekerja, pelajar, mahasiswa, santri, guru, aktivis, dan tokoh masyarakat, seluruhnya menyambut gembira lahirnya Provinsi ke-32 di negara ini, Gorontalo. Kaum tua pun teringat akan gelora yang sama ketika 59 tahun lalu H. Nani Wartabone, sang pahlawan, mendeklarasikan kemerdekaan Gorontalo dari belenggu Belanda.

Semangat Persatuan dan Kesetiaan di Gorontalo

Rasa persatuan dan kesetiaan memang telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Gorontalo. Jauh sebelum sang pahlawan mendeklarasikan kemerderkaannya, kerajaan-kerajaan di daerah Gorontalo telah bersumpah untuk menjadi keluarga dalam suatu ikatan suci bernama ‘Pohala’a’ yang dipegang teguh di setiap jengkal tanah, mulai dari Gorontalo, Limboto, Suwawa, Boalemo, dan Atinggola. 

Nama Gorontalo sendiri berasal dari lidah si penjajah yang sulit menyebutkan lafal ‘Hulontalangio’, nama kerajaan terbesar pada waktu itu. Bahkan ketika sudah merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, Gorontalo tetap memilih berada pangkuan Ibu Pertiwi. Semangat persatuan dan kesetiaan itu pula-lah yang mengantarkan rakyat Gorontalo mengucapkan ‘sayonara’ kepada Sulawesi Utara.

Diapit oleh Laut Sulawesi dan Teluk Tomini, Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan di kawasan timur Nusantara pada waktu itu. Nafas Islam mewarnai setiap denyut kehidupan dan aturan ketatanegaraan. Adat dan agama menyatu dengan erat melalui semboyan ”adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan Kitabullah”. Perdagangan menjadi warna utama perekonomian. Gorontalo juga dikenal sebagai tempat singgah bagi para saudagar dan pedagang dari Sulawesi Tenggara sebelum melanjutkan perjalanan ke Sulawesi Utara. Perkembangan ekonomi dan sosial selanjutnya menarik minat kaum pendatang untuk memilih Gorontalo sebagai tempat mencari nafkahnya, salah satunya adalah Lina Usman yang berjualan Nasi Kuning sejak tahun 1953.

Nasi Kuning Hola

Bagi Lina, nasi kuning bukan hanya menjadi sumber penghidupan utama, namun juga sebagai seni meracik kuliner. Dari tangannya yang terampil, tercipta nasi kuning yang tidak akan Anda temui di manapun, Nasi Kuning Hola. Yang membedakan Nasi Kuning Hola dengan nasi kuning biasa adalah kuah kaldu gurih berisi bihun, telur rebus, dan taburan bawang goreng yang disajikan sebagai teman santap nasi kuning! Penasaran?

Jika Anda berkesempatan ke Gorontalo, mampirlah ke pusat kota, tepatnya di Jalan Sutoyo Nomor 31, Kelurahan Biawao, Kecamatan Kota Selatan. Anda akan menemukan bangunan tua berwarna putih bersih bergaya kolosal warisan zaman penjajahan Belanda, lengkap dengan tiga pintu besar bersekat-sekat yang dikelir dengan warna kuning dan hijau terang. Tidak mungkin keliru, karena lokasinya sangat mudah ditemukan. Bagi Anda pengguna smartphone, cukup ketik ‘Nasi Kuning Hola’ pada aplikasi Google Maps. Persis di depan gerbang masuk seukuran minibus, Anda akan menemukan papan nama bertuliskan :

RM. SABAR MENANTI

Nasi Kuning HOLA (Telah Berdiri Sejak Tahun 1953)

Jl. Sutoyo No.31, Telp (0435) 821206, Gorontalo

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline