Lihat ke Halaman Asli

Nobertha Shinta

Anyone can write anything. Write whatever I want. Also write whatever I have to.

Strategi Edutainment di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Diperbarui: 24 September 2021   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konsep dan Strategi Pemasaran di Museum

Perubahan paradigma dan perkembangan peran edukasi membuat museum menyadari pentingnya untuk memberi perhatian terhadap apa yang menjadi kebutuhan pengunjung museum saat ini. 

Oleh karena itu museum kemudian memasukkan metode dan strategi pemasaran ke dalam pengelolaan museumnya. Hull dalam artikelnya yang berjudul “A new leaflet for the service or the beginnings of a marketing strategy”, mengatakan bahwa,“Marketing is about listening to our public and helping them understand who we are, what we do and why museums could be important and relevant to them” (Hull, 1990: 7; Hooper-Greenhill, 1996: 24).

Strategi pemasaran museum saat ini dianggap dapat menjadi salah satu jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi oleh museum-museum di Indonesia berkaitan dengan upaya membuka akses kepada masyarakat luas untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman di museum, sekaligus memenuhi kebutuhan pengunjung.

Menurut Kotler, strategi adalah upaya yang dilakukan oleh museum untuk mencapai tujuannya. Dalam pemasaran museum, ada tiga langkah yang mempengaruhi pembuatan strategi pemasaran, yaitu segmentasi (segmentation), penentuan pasar sasaran (targeting) dan posisi produk dalam benak konsumen (positioning).

 Namun, karena museum merupakan lembaga yang menawarkan layanan jasa kepada masyarakat, maka pendekatan dan strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh museum adalah pemasaran jasa (marketing service). Layanan jasa museum memiliki karakteristik tersendiri, yang menjadi ukuran sebuah pelayanan di museum. 

Karakteristik ini akan diintegrasikan ke dalam teori pemasaran museum, yaitu konsep bauran pemasaran (marketing mix) untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat bagi sebuah museum.

Marketing Mix pertama kali dipopulerkan oleh E. Jerome McCarthy, yang terdiri dari 4P (product, place, price, promotion). Kotler dan Kotler (2008: 28), menambahkan bauran pemasaran ini menjadi tactical marketing, yang merupakan alat dan keahlian pemasaran yang digunakan untuk mencapai aktivitas pemasaran, dengan menambahkan elemen people, yang kemudian kenal dengan sebutan 5Ps. 

Namun, lima elemen tersebut dinilai masih belum sesuai dengan pemasaran jasa. Maka Cowell dalam McLean (1994) memasukkan dua elemen tambahan, yaitu process dan physical support ke dalam konsep bauran pemasaran. Dengan menerapkan beberapa konsep bauran pemasaran tersebut, diharapkan setiap museum dapat mengembangkan penawarannya dengan mengintegrasikan karakteristik jasa yang dimilikinya dalam sebuah strategi pemasaran.

Strategi Edukasi Museum Sonobudoyo dan Pemasarannya

Strategi edukasi yang dapat diterapkan oleh Museum Sonobudoyo, selanjutnya disingkat MSB adalah strategi yang menerapkan cara belajar aktif dengan melibatkan pengunjung beserta pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki, dan disajikan lewat konsep edutainment. Untuk pengembangannya, MSB dapat mengembangkan produknya tidak hanya di dalam museum, tetapi juga membawanya keluar museum, agar dapat menjangkau segmen pasar yang lebih luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline