Menjelang libur natal, saya menyusuri rak-rak di Toko Buku Gramedia Mall Pejanten Village, Kemang. Seri Paulo Coelho saya pilih untuk mengatasi kebosanan yang akan saya hadapi di kala akhir tahun tanpa pulang kampung ke Jogja. Walau sudah mengengam satu buku " The Fifth Mountain" Paulo, mata saya tetap menjelajahi buku-buku yang terpajang dengan harapan menemukan harta karun lainnya sebagai kandidat buku bacaan yang akan berikut saya beli.
Sebuah buku bersampul biru dengan gambar kartun bola dunia dengan kapal, pesawat dan mobil kecil di sekitarnya menarik pandangan saya untuk mengambilnya. Hmm... cukup tebal 512 halaman, lebih tebal dari buku2 di sekitarnya, saya baca judul di sampulnya : The Geography of Bliss, menarik. Saya balik untuk membaca resensi isinya, tentang kunjungan seorang jurnalis ke beberapa negara (Belanda, Swiss, Buthan, Qatar, Islandia, Moldova, Thailand, Britania Raya, India, Amerika ) demi mencari arti bahagia bagi negara2 tersebut. Ini sesuai dengan harapan saya, yang saat itu merasa ingin kabur pulang kampung tapi tak berdaya, walau saat itu tubuh saya belum bisa kesana kemari, paling tidak pikiran saya bisa di bawa berjalan-jalan ke negara yang di kunjungi oleh Eric Weiner penulis buku ini. Uang yang terbatas, serta kepuasan saya yang sedikit terobati karna merasa telah menemukan satu buku yang sesuai dengan rencana saya, mengharuskan saya meletakan kembali buku berkertas buram ini di raknya sambil berdoa, semoga tidak habis terjual sampai saya mampu membeli dirinya.
The Geography of Bliss Cover
Singkat cerita, inilah hasil short review saya setelah berhasil memilikinya, isinya.... hmmm... tak terlalu memuaskan seperti harapan, entah karna buku terjemahannya atau karna gaya penulisannya. Kadang kala, ada satu dua hal yang menurut saya tidak perlu di ceritakan terlalu panjang dan detail, tapi bagi si penulis sendiri mungkin hal itu penting. Namun justru dalam gaya penulisannya yang terlalu mendetail dengan dry humor, telah memberi penekanan mengenai kebiasaan masyarakat lokal di negara tersebut. Misalnya saat ia berusaha mencari arti kebahagiaan dari dua wanita mabuk di bar Islandia namun akhirnya pergi seakan2 tanpa mendapatkan hasil bermakna dari wawancara, apa sih kata2 yang bisa di pegang dari seseorang yang mabuk. Saat hal itu telah membuat saya merasa sia2 membacanya, di sisi lain juga telah membuat saya memahami bahwa itulah kebiasaan beberapa warga lokal Isalandia yang tidak beruntung, dua wanita itu mengatakan mereka bahagia, namun apakah itu bahagia bagi kita ? kebahagiaan tidak mudah di deskrispikan.
Mr. Eric Weiner
Eric mengunjungi 10 negara, dan dalam perjalanannya tersebut dia melakukan penelitian, mengamati serta ikut mengalami apakah arti kebahagiaan bagi penduduk lokal dan bagaimana memahaminya melalui wawancara yang dia lakukan serta pengamatannya sendiri, dari kunjungannya ke setiap negara, tujuannya adalah mencari negara yang warga negaranya paling bahagia.
Sebagian besar buku ini mencari arti bahagia melalui kebudayaan dan kebiasaan masyarakat lokal. Arti bahagia tidak dapat di ukur dan sifatnya berbeda-beda dari setiap pribadi seseorang, namun dari setiap kunjungan dapat di tarik garis besar arti kebahagiaan di negara tersebut. Eric banyak membandingkannya dengan arti bahagia seorang Amerika yang nota bene adalah kewarganegaraanya. Anyway, this book is written by his personal point of view namun tetap objektif dalam pembahasannya dan sarat informasi.
Walau menurut saya bahasanya agak berat, karna mungkin termasuk dalam esai yang berusaha di kemas dalam bentuk sedikit fiksi. Cukup tebal dan sedikit membosankan karna detil dan agak bertele2, tapi sangat berguna untuk menjadi refrensi mengenal kebiasaan masyarakat lokal dalam sebuah negara dan menambah wawasan kita, terutama tentang tingkat kebahagiaan suatu negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H