Layanan kesehatan primer di Indonesia berperan sebagai garda terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, akses terhadap layanan ini masih jauh dari merata, terutama di daerah terpencil dan tertinggal. Ketidakmerataan ini tidak hanya berdampak pada kualitas kesehatan masyarakat, tetapi juga menimbulkan disparitas yang signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Banyak masyarakat pedesaan menganggap akses menuju rumah sakit masih sulit dan mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas.
Salah satu penyebab utama ketidakmerataan akses layanan kesehatan adalah faktor geografis. Masyarakat yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) sering kali kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan. Infrastruktur yang minim dan transportasi yang sulit menjadi penghambat utama bagi warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Di banyak daerah, warga harus menempuh perjalanan jauh melalui medan yang sulit untuk mencapai Puskesmas atau rumah sakit terdekat.
Selain itu, kekurangan tenaga medis di daerah terpencil juga berkontribusi terhadap rendahnya cakupan pelayanan kesehatan. Distribusi tenaga medis yang timpang, dengan konsentrasi lebih banyak di kota besar, menyebabkan masyarakat pedesaan hanya bergantung pada tenaga kesehatan non-profesional atau pengobatan tradisional. Hal ini berakibat pada rendahnya kualitas layanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.
UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 diharapkan dapat menjadi solusi untuk masalah ini dengan menekankan pentingnya pemerataan akses dan peningkatan kualitas layanan kesehatan. Namun, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Kekurangan tenaga kesehatan, infrastruktur yang minim, dan distribusi fasilitas yang tidak proporsional masih menjadi hambatan signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya tenaga medis di daerah terpencil berkontribusi pada meningkatnya angka kematian ibu dan anak.
Faktor ekonomi juga memainkan peran penting dalam ketidakmerataan akses layanan kesehatan. Banyak masyarakat di daerah tertinggal menghadapi kesulitan finansial untuk mengakses perawatan yang diperlukan. Biaya perawatan yang tinggi sering kali membuat masyarakat enggan mencari bantuan medis, sehingga memperburuk kondisi kesehatan mereka.
Untuk meningkatkan pemerataan akses layanan kesehatan primer, beberapa langkah strategis perlu diambil. Pertama, pemerintah harus memperkuat infrastruktur kesehatan dengan membangun lebih banyak Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya di daerah terpencil. Kedua, distribusi tenaga medis perlu diperbaiki dengan program penempatan tenaga kesehatan ke wilayah-wilayah yang membutuhkan. Ketiga, edukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan akses terhadap layanan kesehatan harus ditingkatkan.
Program seperti Nusantara Sehat yang menempatkan tenaga kesehatan ke daerah terpencil serta upaya digitalisasi pelayanan kesehatan melalui telemedicine mulai memberikan dampak positif. Namun, keberhasilan program-program ini membutuhkan dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan semua lapisan masyarakat dapat menikmati akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan amanat UUD 1945 tentang hak atas hidup sehat. Keterlibatan semua pihak sangat penting untuk mewujudkan transformasi layanan kesehatan primer yang lebih baik di Indonesia. Pemerintah harus terus berkomitmen untuk mengatasi tantangan-tantangan ini agar setiap warga negara dapat merasakan manfaat dari sistem pelayanan kesehatan yang adil dan merata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H