Lihat ke Halaman Asli

Dari Wamen Menjadi Supir, From Zero to Hero

Diperbarui: 27 Januari 2017   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seminggu terakir ini banyak berita tentang bagaimana seorang mantan Wamen bekerja menjadi supir di Melbourne, Australia. Bahkan ada yang menganggapnya miris karena karir beliau dianggap moncer di Indonesia. Menurut saya pribadi justru sangat miris melihat bagaimana orang-orang terkesan merendahkan profesi supir. 

Untuk seseorang dengan CV/Resume mentereng seperti beliau, tidaklah sulit untuk mencari pekerjaan 'yang terhormat' di Indonesia menurut masyarakat luas. Tetapi alangkah baiknya kalau kita tidak memasuki domain pribadi dalam hal ini karen kita tidak tau pertimbangan-pertimbangan beliau. Untuk yang pernah tinggal di luar negeri (study, bekerja, atau sekedar menetap) pasti merasakan perbedaan besar dengan kondisi di Indonesia. 

Di luar negeri, terutama negara maju, kita dibisakan untuk hidup mandiri, demikian pun juga dengan pekerjaan. Tidak ada namanya gengsi atau malu-malu, semua pekerjaan sama karena rata-rata gaji juga mirip-mirip. Mungkin kita belum terbiasa melihat seorang Menteri yang mengemudi mobil sendirian, atau anggota DPR yang bepergian dengan KRL atau bis umum. 

Mungkin juga kita yang membantu menyuburkan korupsi karena kita yang dengan tidak sadar membuat orang-orang disekitar kita merasa tidak nyaman dengan diri mereka sendiri dan akhirnya melakukan tindakan korup hanya untuk memuaskan orang-orang disekitar mereka. Sebagai bangsa yang besar, kita harus bisa introspeksi diri dan berhenti mmenilai orang lain. Menurut saya ini adalah contoh yang sangat baik kalau ada mantan Wamen yang kembali menjadi Dosen dan bekerja lainya sebagai tambahan. 

Lagi pula umum sekali bagi Dosen untuk bekerja part time selama libur semester untuk mengisi waktu. Sudah pemandangan umum di Australia kalau ada politisi atau pengusaha menyupir Uber di hari libur mereka. Mereka melakukanya untuk berbagai alasan tanpa rasa gengsi. Bayangkan kalau semua orang di Indonesia bisa mengalahkan rasa gengsi mereka, dan mau bekerja tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, angka korupsi pasti akan turun. 

Saya pribadi telah bersekolah di luar negeri sejak usia 16 tahun dan sudah terbiasa untuk memperlakukan manusia dengan sederajat bukan hanya melihat profesi atau status sosial mereka. Bagi saya pribadi, semua pekerjaan halal yang dilakukan dengan tabah, baik, dan sungguh-sungguh akan memberikan manfaat yang baik. Coba mulai sekarang kita lihat orang disekitar kita dan perlakukan lah mereka sederajat tanpa membeda-bedakan. Ambilah cerita mantan Wamen ini sebagai contoh salah satu pejabat yang memilih untuk bekerja halal daripada korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline