Semua berawal dari kepergian Mike (Martin Henderson) sekeluarga ke daerah Danau Gatlin, Amerika. Kinsey merupakan anak yang susah diatur. Ia perokok, keras kepala dan bahkan suka membangkang. Demi meredam kenakalan remaja yang dialami oleh putrinya, Mike beserta istrinya, Cindy (Christina Hendricks) beranggapan bahwa mengirimkannya ke sekolah asrama adalah langkah yang tepat. Namun sebelum itu dilakukan, mereka melakukan quality timebersama keluarga terlebih dahulu.Jadilah mereka berempat, Mike, Cindy, Kinsey (Bailee Madison) dan Luke (Lewis Pullman), kakak Kinsey menginap di sebuah penginapan berbentuk trailer milik paman dan bibi mereka di Danau Gatlin.
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya mereka tiba juga di tempat yang dituju. Seharusnya mereka menemui paman dan bibi terlebih dahulu. Namun karena sulit dihubungi dan hari sudah larut malam, akhirnya mereka berinisiatif untuk mengambil kunci trailer dan masuk ke trailer penginapan sendiri.
Baru sebentar berada di sana, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu trailer. Begitu dibuka, ternyata ada seorang perempuan. Minimnya pencahayaan membuat wajahnya tidak begitu kelihatan. Ia menanyakan satu hal: "Apakah Tamara ada?"
Sontak Mike dan Cindy yang membuka pintu bingung. Siapa itu Tamara? Mereka bertanya-tanya karena tidak ada orang bernama Tamara di keluarga mereka. Keadaan makin aneh karena si perempuan pergi begitu saja. Tak mau ambil pusing, keluarga Mike pun menganggapnya sebagai angin lalu.
Menginap di dalam trailer sebelum pergi ke asrama kelihatannya bisa mencairkan suasana hati Kinsey. Namun ternyata tidak. Kinsey yang sedari awal kekeuh tidak ingin asrama akhirnya tak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Di dalam trailer emosi Kinsey memuncak. Kesal karena disuruh melepaskan headset oleh Mike, Kinsey justru meninggalkan trailer begitu saja.
Khawatir akan apa yang terjadi pada putrinya, Cindy kemudian meminta Luke untuk mencari Kinsey. Luke manut. Ia keluar trailer dan mencari adiknya. Beruntung jarak Kinsey belum terlalu jauh sehingga Luke dapat dengan mudah menemukannya. Ia kemudian mengajaknya berbicara sembari berjalan.
Tak lama kemudian kakak-beradik tersebut melihat rumah pamannya. Segeralah mereka masuk ke dalam sana. Begitu memasuki kamar, seketika mereka terkejut. Ternyata paman dan bibi mereka telah tewas dengan cara yang mengenaskan. Wajah mereka dipenuhi sayatan benda tajam dengan darah mengalir di sekujur tubuh. Kaget akan apa yang terjadi mereka pun berlari sekuat tenaga.
Di tengah-tengah pelarian, Kinsey dan Luke bertemu dengan Mike dan Cindy. Dengan nada terbata-bata dan cucuran keringat, mereka lalu menceritakan tentang apa yang baru saja mereka saksikan. Perasaan pun bercampur aduk. Di satu sisi panik, di sisi lain khawatir karena bagaimanapun paman dan bibi adalah keluarga mereka juga.
Di saat itulah mereka berbagi tugas. Mike bersama Luke pergi mengunjungi rumah sang paman untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya sementara Cindy dan Kinsey diminta mengamankan diri di dalam trailer. Teror ternyata belum berakhir. Berpisahnya mereka berempat ternyata justru semakin membuat orang asing di Danau Gatlin semakin semangat dalam menebar ancaman. Nyawa pun menjadi taruhannya. Mampukah mereka selamat? Bagaimana mereka menghadapi ini semua?
Di tengah-tengah gempuran film horror yang sedang marak, "The Strangers: Prey At Night" bagaikan oase bagi para pecinta film thriller. Setelah 10 tahun lalu "The Strangers" yang pertama hadir di layar bioskop, akhirnya sekuelnya hadir kembali per 16 Maret 2018. Saya sendiri belum pernah nonton film pertama yang konon terinspirasi dari kisah nyata. Namun khusus sekuelnya, saya sendiri merasa puas karena sejak awal hingga akhir, jantung saya tak henti-hentinya dibuat berdegup kencang.
Tiga karakter orang asing berjiwa psikopat dengan karakter berbeda-beda, yakni Dollface, Pin Up Girl dan The Man In The Mask sukses menebar ancaman, tak hanya di Danau Gatlin namun juga di bioskop. Tak ada alasan pasti kenapa mereka melakukan teror. Namun namanya juga psikopat, jadi sepanjang mereka dapat melihat orang terluka, tersiksa dan bahkan terbunuh, mereka pasti merasa puas. Tak ayal banyak adegan-adegan keras yang mereka lakukan, semata demi "kegilaan" mereka, seperti tabrakan, lumuran darah, pemukulan dan bahkan penusukan.