Sepi..
Aku ingat , gadis itu pergi melenggang menggusur harga dirinya hingga tak bertepi.Ia tak mengerti, betapa telah keliru dengan gaun dan belahan dada yang mengundang decak para pria sepanjang gang yang kau lalui. Keangkuhan yang menjuntai mengikuti langkah dikegelapan akal fikir mu .apa yang kau lakukan hanyalah menyembunyikan kekeliruan tentang kekalahan menaklukan hidup.
Hai gadis...
Sesungguhnya lembar kertas yang tadi subuh kau dapat dari tangan lelaki itu adalah seseguk bocah dan serapah yang berada dibalik gambar.kau telah mengambil sebagian hidup para ibu dan bocah-bocah yang teridur dengan lapar.
kau timang segumpal mimpidan terayunlah lelaki-lelakibodoh itu dalam riak gelombang yang kau ciptakan. Mereka terlelap dan mendengkur . melupalah ingatan dimana seharusnya ia berada saat malam-malam tiba menjelang.
Sunyi...
Kematian hati, yang dulu masih sekedar sekarat kini benar-benar mampus. Siapa yang kan menangis? Roh mu yang kudus berteriak dalam gema yang memantul, seperti boomerang yang selalu berbalik. kamu dan lelaki-lelaki bodoh itu tak pernah mau mendengar, suara lirihdiruas-ruas kalbu yang melenguh atas semua perilaku atas tubuh. Kalbu mu telah mengatakan satu kebenaran, betapa banyak luka yang telah dibuat mereka atas mereka.
Hai gadis...
Kembalilah dan kembali ke masa mu.biarkan lelaki-lelaki bodoh itu pergi sebelum subuh. Atau kau yang akan tertinggal seperti seonggok sampah di ujung jalan.
Pergilah.......!
Sebelum terang benar-benarmenjelaskan apa yang tersembunyikan disaat malam gelap
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H