Pandemi Corona atau disebut juga dengan Covid-19 memaksa masyarakat dunia untuk memaknai sebuah hidup, tujuan pembelajaran dan nilai kemanusiaan. Pandemi yang terjadi secara global ini membuat kebiasaan umat manusia yang serba cepat seketika berubah, pekerjaan dihentikan dan segala aktivitas yang biasa dilakukan masyarakat sehari-harinya.
Namun, dengan adanya pandemi ini membua kita untuk sejenak bernafas, berhenti dari sistem yang melingkar serta melihat kembali kehidupan, keluarga dan lingkungan sekitar yang sering kali diabaikan.
Seperti yang kita semua ketahui bahwa persebaran virus Corona ini sangatlah cepat dan menjalar ke sejumlah negara yang diawali dari negara China tepatnya di Kota Wuhan. Hingga tersebar pula di Indonesia yang bermula dari seorang ibu dan anak yang merupakan warga Depok berusia 61 dan 31 tahun. Yang berinteraksi dengan warga negara Jepang yang telah tertular virus corona sebelumnya, sehingga tertular pula lah ibu dan anak tersebut.
Dari awal persebarannya di Indonesia, virus Corona atau Covid-19 ini telah menyerang ribuan orang dan menewaskan ratusan orang diantaranya. Untuk mencegah lebih banyak korban dari virus ini, pemerintah membuat kebijakan social distancing atau di Indonesia lebih dikenal dengan physical distancing (menjaga jarak fisik).
Kemudian, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merespon dengan kebijakan belajar dari rumah, melalui pembelajaran daring dan disusul dengan peniadaan Ujian Nasional untuk tahun ini.
Tidak hanya bagi peserta didik, pengajar dan pekerjapun harus dihentikan kegiatannya demi menjaga dan meminimalisir persebaran virus corona ini. Kita bisa melihat bagaimana perubahan-perubahan di bidang teknologi, ekonomi, politik hingga pendidikan di tengah krisis. Perubahan itu mengharuskan kita untuk bersiap diri merespon dengan sigap dan tindakan sekaligus selalu belajar hal-hal baru.
Pemberlakuan kebijakan physical distancing yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan belajar dari rumah, dengan memanfaatkan teknologi informasi yang berlaku secara tiba-tiba, tidak jarang membuat pendidik dan siswa kaget termasuk orang tua bahkan semua orang yang berada dalam rumah.
Pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi memang sudah diberlangsungkan beberapa tahun terakhir, namun pembelajaran daring yang berlangsung membuat kaget hampir di semua daerah mulai dari kabupaten/provinsi, pusat, bahkan dunia Internasional.
Sebagai ujung tombak kedudukan paling bawah suatu lembaga pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk membuat keputusan cepat dalam merespon kebijakan ini yang mengharuskan sekolah untuk memberlakukan pembelajaran dari rumah.
Pendidik merasa kaget karena harus mengubah sistem, silabus dan proses blajar secara cepat, siswa pun terbata-bata karena mendapat tumpukan tugas selama belajar dari rumah. Sementara orang tua murid merasa stres ketika harus mendampingi proses pembelajaran dengan tugas-tugas disamping harus memperhatikan juga pekerjaan yang ditinggalkan, keberlangsungan hidup dan krisis yang lain yang akan mereka hadapi.
Dan bagaimana pula keadaan sekolah-sekolah di daerah pedesaan dan terpinggir untuk melakukan pembelajaran dari rumah saat teknologi yang mereka miliki tidaklah memadai selayaknya di sekolah perkotan. Hal-hal seperti inilah yang harus dijembatani dengan kebijakan teknologi afirmasi untuk daerah yang kekurangan, menyediakan akses internet serta memperluas akses yang telah ada.