Lihat ke Halaman Asli

Panji Saputra

Makelar Kopi

Kenapa Narasi Kolonial Tetap Saja Terawat

Diperbarui: 10 April 2020   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Bukan ladang kami

Matahari tepat di atas kepala. Membakar keringat para Petani yang bekerja. Tapi semangat masih tetap menyala. Tak redup.

Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil dalam mengumpulkan batang-batang padi yang selesai disabit. Kelompok yang lain tinggal men-dros (memisahkan padi dari batangnya menggunakan mesin) atau bahasa lokalnya "ba dros".

Sementara kelompok saya dan ayah saya menunggu giliran untuk mendros padi kami yang sudah selesai disabit. Yah, Mesin pemisah padi dari batangnya hanya satu. 

Sambil menunggu giliran, saya duduk di atas tumpukan batang-batang padi yang sudah terpisah dari padinya dan menyeruput kopi sembari mengamati para Petani yang bekerja dengan giat dan kompak di bawa matahari 

Mereka bekerja dengan tugas masing-masing. Ada yang bertugas mengambil batang-batang padi dari tumpukan untuk diberikan pada yang bertugas memasukan batang-batang padi pada mulut mesin dros, di bawahnya, tepat pada bagian mesin dros mengeluarkan padi yang sudah terpisah dari batangnya, ada yang bertugas mengumpulkan padi untuk diisi dalam karung, dan....coba lihat yang satu ini....ia hanya bertugas memegang mulut karung--- itu satu-satunya pekerjaan reme temek di bawa kolong langit ini. 

Tapi diantara mereka tidak ada yang saling cemburu dengan tugas masing-masing. Semua bekerja seirama seakan menyatu dengan mesin dros dan tampak ceriah. Terkadang saling melempar canda. Bekerja dengan senang hati.

Ini mirip dengan apa yang dikehendaki Karl Marx. Bekerja dengan bebas dan atas dasar otonom diri sendiri tanpa harus tunduk dan patuh pada heteronomi (istilah yang ia pinjam dari Hegel). Kiranya itu hasil pengamatan ngangur saya sejak tadi.

Ups, sorry myfre. Saya hampir melebar dari konteks. Apaguna juga membicarakan si jenggot lebat tua itu di tengah para petani yang hanya paham dengan sistem bercocok tanam dengan baik tapi hubungan dengan alamnya tetap terawat ketimbang masyarakat urban perkotaan yang egois dan berjarak dengan alam?

So, back to laptop....

Baik, giliran kelompok saya dan ayah sedikit lagi tibah. Setiap orang dalam kelompok saya sudah tahu tugas mereka masing-masing. Ayah bertugas memasukan batang-batang padi kedalam mulut mesin dros. Sisahnya, sudah diambil yang lain. Saya hanya mendapat tugas memegang mulut karung padi. Pekerjaan paling remeh temek di kolong langit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline