Isu mengenai industri 4.0 telah menarik perhatian para praktisi, akademisi, hingga masyarakat umum. Revolusi industri 4.0 sewajarnya mendapat perhatian banyak pihak karena perubahan dari sector ini seringkali memberikan dampak signifikan. Revolusi industri 1.0 yang ditandai dengan penemuan mesin uap telah banyak menggantikan posisi manusia dalam pekerjaan yang berbahaya. Tenaga manusia dan hewan mulai digantikan dengan mesin uap yang dapat memberikan keseragaman proses produksi lebih baik. Dengan adanya stabilitas dalam proses produksi, manusia ingin memproduksi lebih banyak produk yang kemudian melahirkan Revolusi Industri 2.0. Revolusi ini ditandai dengan penggunaan tenaga listrik dalam melakukan produksi secara masal. Peningkatan kapasitas produksi berdampak pada tingginya aktivitas repetitive yang diperlukan. Hal ini memicu lahirnya Revolusi Industri 3.0 yang ditandai dengan otomatisasi proses. Berbagai perubahan pada sector industri telah membuat pekerjaan manusia semakin efisien. Kondisi peradaban manusia menjadi jauh berkembang dibandingkan sebelumnya
Revolusi industri ke-3 dalam perspektif industri seolah telah menjawab banyak permasalahan terkait keterbatasan manusia dalam melakukan produksi. Manusia telah memiliki mesin yang akan mengerjakan pekerjaan dengan akurasi presisi tinggi. Manusia juga telah memiliki konsep dan system yang memungkinkan dilakukannya produksi massal yang ramah lingkungan. Manusia bahkan telah melakukan otomatisasi sehingga pengendalian atas mesin produksi dapat dilakukan dengan software. Seolah perusahaan telah memiliki segala yang dibutuhkan untuk bersaing dalam pasar sehingga muncul pertanyaan perlukah perusahaan menerapkan konsep Industri 4.0
International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook April 2019 menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan (anonym, 2019). Jerman, salah satu negara terdepan dalam sector industri mobil, mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat terdistrupsi standar emisi gas yang baru.
Perlambatan ekonomi di jerman akibat distrupsi standar emisi yang baru menunjukan perusahaan membutuhkan lebih dari sekadar otomatisasi pada produksi massal. Customer mengalami pergeseran permintaan dari sekadar memiliki mobil menjadi memiliki mobil yang ramah lingkungan. Pergesaran permintaan ini akan terus terjadi seiring keberadaan keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi.
Perusahaan pangan mengalami tantangan yang tidak kalah besar dari perusahaan manufaktur terkait pergeseran permintaan. Perbedaan tantangan perusahaan pangan dibanding perusahan manufaktur terletak pada siklus hidup produk pangan yang cenderung lebih pendek. Konsumen akan terus mengalami pergeseran preferensi produk baik terhadap rasa, aroma, tampilan, atau bahkan dampak produk terhadap lingkungan. Perusahaan pangan untuk itu akan menghasilkan lebih banyak variasi produk dalam mengantisipasi pendeknya siklus hidup produk tersebut.
Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang lambat atau bahkan stagnan, struktur pasar akan tetap. Perusahaan pangan akan memperebutkan pangsa pasar yang sama. Jika terjadi pertambahan pemain dalam pasar yang sama, perusahaan pangan akan menikmati pangsa yang semakin kecil. kondisi ini sama halnya dengan membagi kue yang sama ke jumlah orang yang lebih banyak. Peningkatan persaingan dalam pasar tidak disertai penambahan keuntungan yang seimbang.
Kondisi pasar yang mulai jenuh mengakibatkan persaingan dalam harga tidaklah relevan. Margin keuntungan yang didapatkan perusahaan akan semakin kecil. peningkatan keuntungan dengan meningkatkan penjualan akan semakin sulit dilakukan. Langkah strategis perusahaan dalam kondisi ini ialah menurunkan biaya produksi. Kondisi inilah yang menjadi alasan besar mengapa perusahaan pangan perlu menerapkan konsep Industri 4.0
Industri 4.0 atau Industrial Internet of Things (IIOT) menggabungkan berbagai teknologi untuk membentuk 'connected industry'. IIOT mengumpulkan informasi mengenai proses produksi, performansi mesin, persediaan dan permintaan, serta big data yang menggabungkan informasi dari supplier, perusahaan, dan pelanggan. IIOT terkait dengan bagaimana membuat semua informasi dapat terintegrasi dengan baik. Beberapa teknologi yang tidak terpisahkan dari industri 4.0 ialah RFID dan 3D Printing.
Keberadaan informasi yang terintegrasi memungkinkan perusahaan pangan bertindak sebagai predictor dibanding reactor. Penelusuran preferensi konsumen dapat dilakukan melalui informasi produk yang paling sering terjual. Perusahaan dapat mengatur proses produksi nya berdasarkan informasi tersebut. Dalam perspektif perencanaan produksi dan persediaan, informasi ini memnungkinkan perusahaan memproduksi dengan jumlah, kualitas, waktu, dan harga yang tepat. Resiko atas produk yang terjual akan sangat menurun. Informasi yang tepat terkait jumlah produk yang akan diproduksi membuat perusahaan dapat memesan bahan baku pada jumlah, kualitas, waku, dan harga yang tepat sehingga terjadi peningkatan efisiensi anggaran pengadaan bahan.
Referensi:
imf.og
industrytoday.com
apfoodonline.com