MINIMNYA DIALOG DIANTARA RIVAL
Pixabay/leolo212
Oleh: Nizan Solehudin
Kita masih menghadapi covid-19 beberapa bulan kebelakang, sampai penghujung akhir tahun 2020. Kita masih belum menemukan kulminasi covid-19, akan berakhir dan bagaimana kelanjutan semuanya. Mungkin yang bisa kita lakukan saat ini menjaga diri sendiri serta lingkungan tempat kita hidup sehari-hari, supaya covid-19 tidak menghampiri apalagi terjangkit positif covid-19. Selain kita menghadapi covid-19, kita dihadapkan pada masalah antara pemerintah dengan salah satu ormas, yang boleh dikatakan bagian dari pada umat Islam. Mungkin kita sudah mengenalnya, tidak harus saya sebutkan ormas tersebut. Saya tidak pada berpihak pada salah satu baik itu pemerintah ataupun ormas Islam tersebut, akan tetapi saya pribadi ingin berada ditengah-tengah dari keduanya. Karena memang kedua belah pihak mempunyai perspektif kebenaran masing-masing.
Namun, saya percaya bahwa dari masing-masing kita mempunyai perspektif tersendiri mengenai masalah ini, bahkan tidak menuntut kemungkinan kita ada yang berpihak pada salah satu diantara kedua belah pihak tersebut, karena setiap manusia selalu menafsir dalam setiap perjalanan kehidupannya, menafsirkan alam, sampai menafsirkan setiap pemikiran dan tindakan manusia. Salah satu filsuf Paul Ricouer mengenalkan teori hermeneutiknya bukti bahwa setiap manusia selalu menafsir, antara lain hermenetiknya yaitu:
- Apa yang dia miliki (Pemikiran Subjektif)
- Apa yang dia lihat (Realitas sosial)
- Apa konsep dia kemudian (kesimpulan penafsiran)
Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang keduanya, apa tujuan dari masing-masing dan apa yang ingin dicapai setelah tujuan mereka terealisasikan. Sehingga dari kita bisa memposisikan diri serta mengetahui alurnya, karena saya tidak memiliki pengetahuan tentang keduanya, maka saya ingin menganalisis saja mengenai permasalahan ini. Masalahnya adalah antara pemerintah serta ormas Islam tersebut tidak adanya dialog, saya kira itu penting untuk mengetahui tendensi dari kedua belah pihak. Dialog itu perpaduan antara edukasi dan etika, artinya apa pengetahuan masing-masing serta apa yang harus dilakukan itulah yang dinamakan dialog. Selama dialog tidak tercipta yang terjadi hanya prasangka serta suudzon, konsekuensinya kita tidak mengetahui esensinya karena kita hanya melihat atas permukaan yang ditampilkan.
Bagaimanapun memang filsafat timurnya melekat pada ormas islam tersebut, orientasi filsafat timur antara lain: menyesuaikan diri dengan alam, spiritual-mistis, emosional-intuitif, ketentraman, dan kemapanan, seringkali diterima begitu saja oleh masyarakatnya tanpa kajian kritis terlebih dahulu. Akan tetapi pemerintah perpaduan antara filsafat timur dan barat, karena pendiri bangsa Indonesia terdapat yang berhaluan bermacam-macam, sehingga terbentuklah Indonesia. Namun, mengapa terdapat benturan tajam dari kedua belah pihak, historis apa yang terjadi diantara keduanya selama ini, mungkin kita harus menganalisis lebih cermat lagi. Sampai disini kedua belah pihak perlu menyadari bahwa terdapat jarak, karena tidak adanya dialog yang eksklusif diperlihatkan, sehingga antithesis diantara keduanya terjadi. Bila kedua belah pihak dipandang mempunyai pengaruh untuk membangun masyarakat, maka perlihatkan dengan berdialog dengan baik, sehingga mempunyai kesimpulan yang positif dari hasil dialog tersebut, dan masyarakat bisa lebih jernih mengidentifikasi, menganalisis dan memberikan perspektif masing-masing.
"KEGELAPAN TIDAK BISA MENGUSIR KEGELAPAN, HANYA CAHAYA YANG BISA MELAKUKANNYA. KEBENCIAN TIDAK BISA MENGHAPUSKAN KEBENCIAN, HANYA CINTA YANG MAMPU MENGHAPUSNYA"
"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H