Masih segar ingatan saya ketika mengikuti seleksi/perekrutan awak kabin di salah satu maskapai penerbangan berbintang lima dunia yang diadakan di Jakarta pada Mei 2011. Kesempatan besar ini tidak disia-siakan oleh banyak warga negara Indonesia yang mencoba peruntungannya untuk meraih nasib lebih baik dengan bekerja di maskapai tersebut. Sebagian ingin meraih mimpinya untuk membuka mata mereka dan melihat dunia. Tak heran jika tempat interview telah dipenuhi banyak orang di pagi harinya. Kebetulan ada empat hari pertama yang digunakan pihak maskapai untuk menyaring kandidat hingga tahap wawancara final. Ribuan pelamar, dan mereka hanya akan memboyong seratus pramugara/i dari Indonesia untuk tahun ini. Semuanya dimulai pagi itu. Ketika saya sampai di hotel tempat seleksi, saya sudah dapat melihat wajah-wajah sumringah yang tampak semangat untuk mengikuti perekrutan. Sambil merapihkan jas, sayapun bergegas ke lantai dua dan mendatangi tempat seleksi. Setelah mendaftar dan menunjukkan dokumen yang mereka minta, kitapun diperkenalkan pada perusahan tersebut melalui presentasi singkat yang dilakukan seorang pramugari Indonesia.
Mengingat postur tubuh merupakan salah satu syarat penting, tinggi badanpun diukur satu per satu dengan jangkauan ujung tangan hingga kaki dengan batas minimal sepanjang 208 cm. Setelah itu sebanyak delapan puluh orang atau bahkan lebih akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk memulai tahap saringan pertama, yaitu diskusi grup. Kurang lebih ada dupuluh orang yang akan dikelompokkan dalam empat hingga lima kelompok kecil. Topik masih mengenai permasalahan yang relevan dengan industri pelayanan. Selama 20-30 menit berjalan, pelamar yang lolos akan diberikan sebuah kartu kuning sebagai undangan untuk menghadiri tahap selanjutnya yang dilaksanakan hari itu juga.
Di sinilah saya bertemu dengan teman-teman yang juga lulus ke tahap selanjutnya. Setelah mengenal satu sama lain, ternyata kita memiliki latar belakang yang berbeda,mulai dari bidang perhotelan, bisnis hingga pendidikan. Satu sosok yang menarik perhatian saya ialah John. Ia adalah WNI yang telah lama menetap dan bekerja di Hong Kong. Ia bercerita bahwa ia gagal mengikuti perekrutan beberapa tahun lalu. Meskipun demikian, ia sangat optimis dan harus rela menyempatkan diri untuk mengikuti perekrutan saat perjalanan bisnisnya ke Jakarta. Saat kami larut dalam pembicaraan, sayapun memancing ia dengan bertanya apakah ia harus mendapatkan pekerjaan ini. Mungkin orang lain atau bahkan diri sayapun akan mengatakan "ya, saya harus!" karena optimisme dan semangat kuat kita untuk berhasil. Namun apa yang ia katakan membuat saya berefleksi lebih jauh. "I'll do my best!"begitulah jawabnya setiap kali disodori pertanyaan yang sama atau sepadan. Saya sempat berpikir mungkin ia masih tidak yakin dan masih merasa tidak aman sejauh ini. Tetapi ternyata itu kurang benar. Akhir-akhir ini sayapun menyadari bahwa jawaban tersebut terdengar lebih rendah hati dibandingkan dengan jawaban akan keharusan yang menurut saya sarat akan egoisme.
Melakukan yang terbaik, sampai pada akhir perjuangan kita lebih berarti daripada hanya optimis dan yakin, namun dengan usaha yang kurang maksimal. Terlihat dalam setiap aksinya, ia selalu berusaha, baik dalam mengemukakan pendapat atau menyanggah pendapat lain, berbeda dengan mereka yang hanya diam dan seakan enggan tuk angkat biacara. Pada tahap kedua, yaitu debat grup, saya berada dalam satu kelompok yang sama. Masalah yang diangkat mengenai mahkluk hidup. Pernyataan tertulis "Mengurung satwa di kebun binatang adalah tindakan yang manusiawi", sedangkan kelompok lain mendapatkan pernyataan yang bertolak belakang. Saya sedikit geli, karena dengan pemahaman saya bahwa satwa bukanlah manusia. Saya hendak membantah pernyataan tersebut namun saya menahan diri.
Debat sengit terjadi, semua anggota grup antusias dan berusaha seberat mungkin untuk membentengi argumentasi mereka. Namun waktu menjadi penghalang karena setiap orang hanya dibatasi untuk berbicara dalam satu menit.
Debat berakhir, dan lagi-lagi para kandidat harus spor jantung menunggu hasil. Satu per satu kandidat dipanggil dan kembali diberikan kartu. Hanya beberapa orang yang tetap tinggal ditempat, dan diberikan undangan untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Saya, John dan satu anggota dari grup saya termasuk dalam kelompok orang tersebut. Selanjutnya kami mengerjakan tes bahasa Inggris secara tertulis dan juga listening. Saat senja menjelang, kami baru menyelesaikan tes yang diberikan. Wawancara final menanti, dengan sejumlah permintaan dokumen yang harus kita lengkapi.Mungkin John memang benar, walaupun sejauh ini kami melangkah, melakukan yang terbaik adalah hal penting yang harus dilakukan dalam menempuh dan menjalani hidup. Mengatakan "Ya,saya harus dan saya bisa!" takkan berguna dan memberikan hasil jika tak disertai usaha untuk tetap memberikan yang terbaik, tampil all out dan berjuang hingga titik darah penghabisan.
Mungkin itu telah berlalu beberapa bulan lalu, dan kini perekrutan telah ditutup, serta 100 calon awak kabin telah terpilih dan telah mengikuti pre-employment briefing awal Juli lalu. Saya ikut senang ketika saya tahu bahwa John ada diantara 100 orang terpilih tersebut, dan ia akan selalu memberikan yang terbaik dan terus berusaha, walau harus jungkir balik dan mengorbankan sesuatu. Memang belum semaksimal John, tapi saya akan berusaha lebih keras dan berjuang selalu dan melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan. Kini kandidat-kandidat awak kabin itu telah melangkah begitu jauh, meski saya harus melepaskan kesempatan yang begitu besar tersebut karena masalah visa dan ijin kerja saya yang ditolak.
Meskipun demikian inspirasi inilah yang akan selalu saya ingat dalam penantian bahkan hingga waktu kembali tiba bagi saya untuk menangkap peluang yang telah terlepas itu. Itulah pencapaian terbesar diri saya di akhir usia 18 tahun saya ini, dan saya telah membuktikan bahwa saya mampu bersaing, namun masih banyak hal yang harus saya perdalam dan sempurnakan, terlebih pada aspek pendidikan dan pengalaman kerja yang telah menjegal saya di tahap perijinan kerja. Memang masih sebelia ini, dan hamparan kesempatan serta peluang masih tersebar luas diluar sana. Dunia memang begitu kejam, dan hidup selalu tak adil. Kadang kita bertumpu pada keberuntungan dan yang lainnya mengandalkan kemampuan diri. Sebagian mungkin percaya akan kekuatan mimpi ketika orang lain meragukan akan hal tersebut. Inilah dinamika hidup yang begitu indah untuk dinikmati, semakin kita menjalaninya, semakin bersyukur bahwa kita dikaruniai kehidupan yang begitu indah."I'm going to give and do my best! I'll Join The Team, and Share Our Dreams Someday!"
Karawaci, 23rd of July 2011
Saturday; 03:17 A.M