Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Si Kawat Gigi: Kesehatan dan Sekedar Gaya-Gayaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_110785" align="aligncenter" width="640" caption="9teen87.wordpress.com"][/caption] Sebenarnya, sudah ada seorang kompasioner yang menulis tentang kawat gigi fashion (di sini) khususnya di negeri Thailand, tapi, sebagai seorang warga negara Indonesia yang memang pernah memakai kawat gigi, saya merasa harus berbagi pengalaman dengan kamu muda yang saat ini telah memahami kawat gigi dengan konsep yang bisa dikatakan tidak tepat. Kawat gigi idealnya dipasang pada gigi yang tidak sehat, seperti bertumpuk, tidak lurus, atau gigi dengan rahang yang tidak normal.  Pemasangan kawat gigipun tentu tidak sembarangan.  Dibutuhkan seorang Orthodentist atau dokter gigi untuk memasangnya.  Selain itu, biaya pemasangan dan harga kawat giginya pun tentu tidaklah murah, saat ini untuk pemasangan kawat gigi atas dan bawah biayanya berkisar antara 5 sampai 10 juta rupiah. Menurut sejarahnya (sumber), kawat gigi telah ditemukan sejak sebelum kelahiran Yesus Kristus.  Akan tetapi, perkembangan besarnya dimulai setelah seorang Dokter dari Prancis, Pierre Fauchard, menerbitkan buku mengenai cara untuk meluruskan gigi yang berjudul “The Surgeon Dentist. ” Di awal tahun 1900-an, kawat gigi sangat mahal karena terbuat dari emas dengan kisaran karat 14-18. [caption id="attachment_110728" align="alignnone" width="423" caption="archwired.com"][/caption] Sebagai seorang yang tumbuh dengan gigi yang bertumpuk, perlu waktu yang sangat panjang bagi saya untuk bisa memasang kawat gigi dan menyehatkan gigi saya.  Gigi yang bertumpuk tidaklah baik bagi kesehatan mulut dan gusi, karena misalnya, sulit untuk membersihkan makanan yang terselip di sela-sela tumpukan gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi atau dental floss (benang untuk membersihkan sela-sela gigi) yang bisa mengakibatkan kuman berkembang di daerah tersebut.   Setelah mendapatkan pekerjaan dan berhasil mengumpulkan uang, akhirnya saya memutuskan untuk memasang kawat gigi.  Tidak hanya biayanya yang sangat besar, bagi ukuran pekerja kelas menengah ke bawah seperti saya, yaitu sekitar Rp 7 juta untuk pemasangan awal, tapi sakit yang saya rasakan pun luar biasa.  Untuk meluruskan gigi yang bertumpuk, saya harus mencabut 4 gigi, dua di bagian atas dan dua di bagian bawah.  Selain itu, karena gigi bungsu saya letaknya tidak bagus dan bisa menghambat proses pelurusan gigi bahkan berbahaya bagi kesehatan mulut dan gigi saya, sayapun harus melakukan operasi pencabutan 2 gigi bungsu dengan biaya sekitar Rp 1 juta untuk satu gigi. Perjuangan melawan sakit dan menghimpun biaya tidaklah selesai begitu saja.  Setelah kawat dipasang, saya mengalami kesulitan untuk mengunyah makanan selama berminggu-minggu.  Selain itu, setiap beberapa minggu sekali saya harus mengeluarkan uang untuk melakukan check-up atau penggantian kawat gigi.  Rasa sakit yang lebih hebat saya rasakan setelah melakukan operasi untuk mencabut gigi bungsu.  Pipi saya bengkak selama satu minggu dan tentunya sulit sekali untuk makan atau melakukan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan mulut.  Perjuangan melawan rasa sakit dan menghimpun biayapun harus terus berlanjut sampai minimal 2 tahun pemasangan kawat gigi, atau sampai gigi benar-benar rata. Seperti itulah kira-kira perjuangan seseorang untuk memasang kawat gigi demi kesehatan dan tentunya keindahan.  Saya hanyalah satu dari sekian banyak orang yang terpaksa harus menahan rasa sakit dan menghabiskan jutaan rupiah demi kesehatan dan keindahan gigi.  Yang lebih penting tentu, demi kesehatannya.  Jika boleh memilih, tentu saya dan kebanyakan pasien pengguna kawat gigi akan memilih untuk memiliki gigi yang sehat dan tidak harus memasang kawat gigi. Akan tetapi, akhir-akhir ini muncul fenomena yang cukup mengejutkan dan sekaligus menimbulkan tanda tanya.  Kawat gigi yang pada dasarnya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki gigi tidak normal, sekarang banyak digunakan oleh mereka, khususnya anak muda yang giginya nyaris sempurna.  Untuk apa?  Ternyata, sekedar untuk "gaya-gayaan".  Ternyata, banyak sekali anak muda yang menganggap kawat gigi itu "keren" dan tidak memikirkan fungsi kesehatannya sama sekali.  Entah bagaimana konsep kawat gigi sebagai bagian dari kesehatan telah berubah menjadi aksi "gaya-gayaan."  Akan tetapi, fenomena ini mendapat dukungan luar biasa dari kaum pebisnis yang menawarkan kawat gigi yang bisa dilepas dan dipasang sendiri oleh pemakainya.   Di jejaring sosial Facebook misalnya, banyak penjual yang menawarkan "behel keren untuk gaya-gayaan" dengan harga yang berkisar antara 100 sampai 500 ribu.  Cara mereka menawarkan behelpun cukup unik, berikut saya kutip salah satu cara penjual kawat gigi menarik minat remaja yang terserang virus kawat gigi gaya-gayaan:

Behel Gigi hanya untuk Fashion, TIDAK berfungsi merapikan gigi. Dalam kondisi terpasang, sangat mirip dengan yang asli. Terbuat dari kawat steril dan manik lucu berwarna-warni. Tidak perlu ke Dokter atau Tukang Gigi, bisa dipasang dan dilepas sendiri. Sangat praktis buat yang suka modis. Harga sangat murah hanya Rp.90.000,- (belum termasuk ongkos kirim), bisa kirim ke seluruh Indonesia.

Membaca iklan yang dimuat di salah satu situs internet ini membuat saya tak kuasa menahan tawa sekaligus merasa kasihan terhadap para remaja yang berpikir bahwa kawat gigi itu sebagai bagian dari fashion. Jika pemasangan dilakukan oleh dokter gigi atau ahli gigi berpengalaman dan bersertifikat, masih masuk di akal.  Tapi jika dipasang sendiri?  Tentu yang harus dipikirkan matang-matang adalah konsekuensi buruk terhadap kesehatan mulut dan gigi.  Jika kawat gigi tidak steril dan konsumen tidak diberi petunjuk cara memasang kawat gigi yang aman dan sehat, bukan tidak mungkin infeksi atau akibat yang lebih buruk bisa terjadi.

Mengingat kawat gigi sebagai bagian dari tren dan gaya di kalangan remaja semakin berkembang, tentu dibutuhkan tindakan dari pihak yang ahli di bidangnya untuk setidaknya memberikan penyuluhan mengenai kawat gigi dan apakah kawat gigi palsu berbahaya bagi kesehatan atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline