Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

Menyoal Penanganan ADHD: Banyak Memahami Bukan Menguasai

Diperbarui: 30 September 2024   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi artikel melalui Kompas.com (Shutterstock/Stepan Popov)

Sebuah Pengantar 

Seorang bocah laki-laki kisaran usia 4 tahunan berlari-lari di halaman rumah. Tanpa menggunakan alas kaki. Di tangan kanan dan kirinya ada tahu bakso yang digenggam. Berhenti sejenak, kemudian duduk di atas kursi sambil memasukkan tahu bakso yang digenggam dengan tangan kanannya. Alih-alih menghabiskan terlebih dahulu, tahu yang ada di mulutnya, tangan kiri yang menggegam tahu bakso lain digerakkan menuju mulutnya. Tampak mulut si bocah menggembung, penuh sesak dengan tahu bakso.

Ibu bocah itu memegang kain selendang yang digunakan untuk menggendongnya. Ibu ini berkisah kepada saya mengenai kisah kelahiran si bocah. Kursi dan meja di rumah terlihat diikat satu sama lain, katanya agar tidak ditarik oleh anaknya itu.. Di tengah ruangan tersebut ada tikar yang digelar. Di atasnya banyak sekali toples berisi makanan-makanan kecil yang ditata berbaris. Ibu bocah menerangkan bahwa toples-toples itu 'ditata berbaris' oleh anaknya itu. 

Ibu tersebut kembali menambahkan bahwa si kecil 'tidak mau diam'. Banyak geraknya. "...seperti tidak punya rasa lelah.." Beliau menambahkan. Sekilas sang Ibu melihat ke lengan kiri saya, ada 'stempel' gigitan berwarna biru. Akibat saya melarang si bocah naik ke jendela di ruangan kelas pagi sebelumnya. Si Ibu terlihat tidak enak hati. 

ADHD atau GPPH 

Saya teringat aktivitas si bocah laki-laki ini. Sangat aktif, melompat di trampolin cukup lama, enggan dipegang. Memasukkan benda-benda semaunya ke dalam mulutnya. Tidak mendengar instruksi dan melakukan apapun semaunya sendiri. Kemudian hanya terdengar 'papapapapa' saat dilarang atau benda yang dipegangnya tidak diijinkan saya untuk dipegangnya. Beberapa kali terlihat menarik kursi untuk membuka pintu ruangan. Kemudian juga mencabut tiang pengaman trampolin beberapa kali. Dalam benak saya, anak ini cukup kreatif, memikirkan solusi yang harus dilakukan saat pihak lain melarang untuk melakukan sebuah tindakan.

Perhatiannya pada sesuatu tidak berlangsung lama. Saya mangamati beberapa kali ternyata dia suka main air. Minuman dalam kemasan di tangannya, dibuka dan ditumpahkan ke dalam sebuah ember. Minggu lalu saat bersamanya beberapa kali saya cegah untuk naik ke jendela pembatas, kurang lebih 3 meteran tingginya. 

Secara neurobiologis, anak ini memiliki gejala-gejala gangguan pemusatan perhatian -- hiperaktivitas atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Anak-anak ini mengalami permasalahan di bagian otak depan yang bernama lobus frontal. Bagian otak yang mengatur fungsi eksekutif (Van Tiel, J.M., 2018). 

Anak-anak seperti bocah laki-laki ini tadi cukup banyak mungkin kita temui. Orang awam bisa jadi membahasakannya anak yang sulit diatur, anak nakal, dan sebagainya. Sebagai pendidik, guru, fasilitator mungkin ada rasa ingin menguasai anak dengan gejala-gejala semacam ini tentunya. Cenderung ingin menaklukan mungkin. Namun demikian saya merefleksikan dengan dalam dan juga berdiskusi dengan beberapa kawan. Menguasai sama saja 'merusak' potensi mereka. 

Kemudian apa yang harus dilakukan? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline