Semburat lembayung senja mulai menunjukkan jejak jati dirinya.
Mentari beranjak dari bangku kayu meranti itu. Poni tipisnya tertiup angin sepoi musim barat yang mulai terasa dingin. Kedua kakinya melangkah mengambil sneakers di pojok ruangan yang beraroma harum Sedap Malam, kemudian duduk kembali. Tangannya sibuk menautkan ujung-ujung tali Nike Zoom Fly 5, sementara mulutnya mengunyah martabak yang dipanaskan Ibu, sisa semalam.
"Ibu, Tata pergi dulu ya."
"Hati-hati, ya, Nak.." Kecupan hangat sang Ibu di kening Mentari seolah bisa mengusir dinginnya sore itu. Seorang Ibu, kisaran 65 tahun, masih terlihat segar dan ayu, mengantar anak perempuan sulungnya ke halaman depan rumah. "Jika sudah sampai, tolong beri kabar ya, Ta.."
"Okay, bos cantik...!" Mentari memeluk dan membalas kecupan Ibunya sambil tertawa dan berkelakar manja.
Cahaya Mentari Senja Dharmawan adalah sulung dari 3 bersaudara. Ayah sudah berpulang 5 tahun lalu. Ibu ditemani oleh Mbok Tirah, seorang kerabat almarhum Ayah yang sudah menemani hari-hari Ibu beberapa tahun terakhir ini. Hari itu adalah jadwal Mentari untuk menengok Budhe Windri. Kakak Ibu Rahutami Dharmawan.
Dua adiknya, si kembar, Elang dan Tiara telah hidup mandiri. Elang, seorang Food Stylist. Saat ini tinggal di New Orleans. Tiara, lengkapnya Kilau Mutiara Cemerlang Dharmawan, seorang ahli bahasa isyarat yang telah bergabung dengan sebuah lembaga pendidikan karitatif di Denpasar. Tiara telah menikah dan dikaruniai seorang anak berusia 4 tahun. Yvone Tatiana Travis. Suaminya, seorang Optalmologist, Gary Travis. Tiara dan Gary hidup terpisah, karena profesi Gary. Walaupun demikian mereka punya cara untuk tetap harmonis.
Sementara Kepak Elang Dirgantara Dharmawan, adik Mentari yang lain telah bertunangan. Tahun depan mereka akan menikah. Elang memilih seorang gadis Bali, yang berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak. Mentari tetap dalam dunianya. Dunia pekerjaan dan keluarga. Ibu menjadi prioritasnya saat ini. Ibu yang kepadanya pikiran Mentari tertuju.
***
Rumah mungil berwarna kuning pupus itu punya daya tarik yang besar. Siapa lagi jika bukan Budhe Windri pelakunya. Wanita di ambang 70 tahun namun masih bugar karena kebiasaan hidupnya yang sehat. Rumah itu sangat homy dan cozy. Tanaman, gemercik air, beberapa pot berisi teratai. Beberapa pilar diselimuti kain kain poleng Bali, asik.
"Budhe, Ibu menitipkan Garang Asem ini. Enak banget, lho?!"
"Makasih ya, sampaikan Ibumu. Mulih kapan, Ndhuk..? Ibumu sehat, tho?"
"Sehat walafiat, Budhe. Tata kemarin naik Harina, Budhe. Waah masih rajin yoga, ya?", Mentari melihat matras berwarna dove yang masih tergelar di salah satu ruangan.
Budhe Windri memeluk keponakannya. Perempuan yang berulang tahun setiap tanggal 17 Agustus itu baru saja pulang menengok anaknya di Pulau Bangka. Beliau telah purna tugas dari Dinas Sosial. Ketiga anaknya memang berada di luar pulau. Budhe tinggal bersama cucunya. Cucu dari anaknya yang nomor dua yang tinggal di Pulau Bangka. Dititipkan untuk melanjutkan studi.