Skripsi itu bagai seni mengenal dan mengolah diri, koq bisa?
Menulis skripsi merupakan sebuah babak dalam pendidikan formal yang bikin dag dig dug der bagi tiap individu yang menjalaninya. Dalam fase ini, begitu banyak rasa, logika, dan perilaku yang pastinya mengalami modifikasi.Saya mau tegaskan, di fase ini kita pasti lebih dalam lagi mengenal dan mengolah diri.
Mengenal diri dengan segala lebih dan kurangnya. Ada rasa malas, ada rasa takut, ada rasa ragu, ada rasa gembira juga yang pasti, lalu kita bisa mengenali kelemahan dan kelebihan kita di sini.
Saya yakin banyak hal yang akan termodifikasi (baik sikap, pikiran, dan perilaku kita) melalui 'drama' panjang proses membuat skripsi.
Bagaimana tidak? Memerangi diri (bahasa kerennya ego) dalam sebuah medan pertempuran maha dashyat layaknya kurusetra.
Kemalasan yang berwujud prokrastinasi kerap menjadi biang kerok mundurnya buah karya ilmiah sang mahasiswa di jenjang strata 1.
Manajemen waktu yang buruk menjadi salah satu sumber masalah untuk menyelesaikannya. Bila tidak mendisiplin diri pasti bubar jalan. Perlu tekad dan komitmen yang kuat.
Kemudian, bila kemalasan dan prokrastinasi sudah bisa diatasi, masih ada antrean panjang yang bisa aja jadi alasan gak selesainya skripsi.
Sebagai contoh, kurang pengetahuan dan gak update mengenai topik yang sedang diteliti.
Selanjutnya, bertemu pembimbing skripsi yang killer menjadi salah satu pencetus malasnya menyelesaikan, benar apa benar?