Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

Makna Bahagia di Balik Peristiwa Kematian

Diperbarui: 20 Februari 2023   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Artikel/Sumber : istockphoto.com (Xijian)

Setiap orang pasti akan mengalami kematian. Ada kelahiran dan ada juga kematian. Dualisme alamiah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Bagaimana bisa memaknai kebahagiaan dalam peristiwa kematian?

Seorang sahabat dekat mengatakan selayaknya bahagia menyikapi kematian. Berupaya untuk menerima kalimat berat yang nampak sederhana (atau sebaliknya? abot tenan )

Ketiadaan orang terkasih karena kematian tentu bukan hal yang mudah untuk diterima. Dr. Elisabeth Kubler-Ross, di dalam bukunya yang berjudul On The Death and Dying menyatakan ada 5 tahap kesedihan pada orang-orang yang mengalami peristiwa-peristiwa yang menyedihkan. Denial-Anger-Bargaining-Depression-Acceptance.

5 tahap kesedihan tersebut, saya yakin, pada tiap orang tentu berbeda-beda manifestasinya. 5 tahapan model Kubler-Ross tersebut bisa jadi dialami sepenuhnya atau tidak pada tiap orang. Ada yang mengalami dengan durasi pendek untuk sampai pada tahap acceptance, atau sebaliknya berjuang lama untuk menerima kenyataan bahwa telah ditinggal selama-lamanya oleh orang-orang terkasihnya.

Memaknai kematian dengan sadar ini penting. Ujung dari perziarahan kita di dunia ini tentu adalah kematian. Ini yang penting untung disadari, walau mungkin tidak akan pernah siap untuk mendapatkan gilirannya. Topik kematian sering dihubungkan dengan spiritualisme. Apakah level spiritualisme seseorang akan dengan mudah menentukan penerimaan orang tersebut terhadap peristiwa kematian?

Kepasrahan pada Sang Pencipta merupakan kunci penting. Menerima bahwa kita tidak punya kendali apapun terhadap kehidupan kita. Sesuatu yang tidak dapat kita kontrol, salah satunya kematian. Kesadaran dan menerima peristiwa kematian merupakan sebuah kondisi yang perlu dipersiapkan sehingga meminimalisir kondisi-kondisi yang kontraproduktif.

Tidak semudah teori memang, terus belajar akan hal ini. Suatu saat kematian itu akan menjemput setiap kita yang masih diberi kesempatan hidup. Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap hal itu pasti akan terjadi. Banyak buku-buku juga yang membahas bagaimana memersiapkan kematian dengan bahagia.

Sepakat dengan pernyataan seorang sahabat di atas, bahwa seharusnya kematian dimaknai dengan bahagia bagi saya bukan hal yang mudah dan tidak ada juga yang mengharuskan saya untuk memaknai itu dengan segera.

Artikel ini akan saya tutup dengan kesaksian seorang sahabat yang menyatakan bahwa Ayahnya justru meminta kematian itu segera menjemput. Permintaan ini bukan karena keputusasaan, tetapi  karena hidupnya sudah CUKUP (?). Di sini saya mulai belajar paham, ternyata juga ada pribadi yang sesiap itu. Merasa sudah cukup? Saya rasa ini menjadi penting manakala hidup telah cukup berdampak dan bermanfaat bagi orang lain, apakah di situ titik temu memaknai kematian dengan bahagia?

Terima kasih.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline