Menjaga tetap bahagia di tengah kondisi yang tidak ideal tentu gak mudah. Hal ini dialami oleh banyak orangtua-orangtua anak berkebutuhan khusus (tentu bukan hanya mereka, artikel ini akan secara spesifik membahas mengenai orangtua yang mendamping anak berkebutuhan khusus)
Dalam artikel ini akan lebih membahas mengenai peran Ibu, khususnya dalam mendampingi ABK. Bukan hal mudah untuk tetap dapat tersenyum, untuk bisa tetap memelihara ketenangan di tengah banyaknya 'pertanyaan-pertanyaan' yang selalu menari-nari dalam benak mereka.
Mereka bukan individu yang sepi dari konflik. Baik konflik diri maupun konflik eksternal. Mereka tidak sekuat logam kuat bernama titanium, yang bisa tahan dalam segala kondisi 'gempuran'.
Mereka individu biasa yang mencoba untuk menjadi tegar karena kondisi istimewa yang mereka terima. Bukan hal mudah untuk menerima kondisi-kondisi yang gak bisa mereka kendalikan tersebut.
"Happy mom happy kids", sebuah adagium yang diamini juga oleh sebagian besar ibu yang saya jumpai. Kondisi umum, ibu adalah pihak yang lekat dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka merawat dan juga memberikan perhatian-perhatiannya untuk perkembangan dan kemajuan buah hati mereka.
Ada sense of nurturing yang secara alamiah mereka sandang. Walau didapati kenyataan di lapangan ada contoh-contoh kondisi di area wilayah sisi kiri dan kanan 'kurva normalitas' juga, fenomena ayah-ayah yang lebih banyak mencurahkan waktunya bagi anak-anak ini.
Energi besar sangat dibutuhkan oleh para ibu ini dalam mendampingi anak-anak mereka. Keluhan-keluhan yang sering muncul biasanya seputar konflik peran yang mereka sandang seorang diri.
Konflik peran tidak serta merta karena kondisi single mom, bukan, melainkan banyak dari mereka yang mengeluh karena suami atau pihak keluarga cuek dengan apa yang mereka rasakan.
Peran ganda yang kerap dipikul seorang sendiri, ya sebagai ibu, ya sebagai pencari nafkah, manalagi energi besar yang harus dimiliki dalam mendampingi putra-putri mereka yang berkebutuhan khusus.
Memang menjadi hal yang menyulitkan mereka manakala kondisi-kondisi tidak ideal ini begitu melekat kuat. Hal ini seringkali menjadi kendala terbesar dalam mendampingi putra-putri mereka untuk mencapai perkembangan yang optimal dalam proses-proses terapeutik anak-anaknya.