Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

Tentang Sepenggal Kisah Toleransi

Diperbarui: 10 Oktober 2022   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi / Sumber : Via Kompas.com (Hafidz Mubarak A)

"Ibu, apakah saya bisa bergabung untuk mendapatkan layanan ini bagi anak saya? Maaf, agama saya bukan agama yang seperti Ibu anut..."

Sebuah kalimat meluncur dari seorang Ibu setengah baya di daerah layanan saya, saat beliau meminta ijin bergabung dengan sebuah komunitas yang sedang kami rintis bersama untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sebuah kawasan.

"Boleh sekali, layanan ini tidak ada kaitannya dengan agama, Bu. Layanan ini hanya fokus pada layanan itu sendiri yaitu ABK.."

Jawaban ringan dari mulut saya itu muncul juga dengan spontan. Tidak ada satupun pikiran lain yang lewat dalam benak saya saat itu.

Desa Sampetan membuat saya banyak belajar. Sebuah tempat yang menjadi awal perjumpaan dengan seorang anak berkebutuhan khusus yang saat itu masih duduk di jenjang taman kanak-kanak.

Saat egosentris, intoleransi, hedonisme begitu merajalela, rasanya menepi dan melihat kehidupan di sini menjadi oase yang menyegarkan. Relaksasi sejenak untuk memberi kekuatan dan pertobatan, hehehe. Contoh dan model yang nyata mengenai kerukunan tanpa sekat.

Sebuah wilayah yang memiliki kelekatan seni yang cukup tinggi. Sejak pandemi beberapa warga mengatakan banyak tradisi yang dihentikan penyelenggaraannya terkait aturan prokes. Tradisi budaya seperti Sadranan, Reog, Pagelaran Wayang Kulit, dan lain sebagainya memang dihentikan beberapa saat.

Setelah melakukan layanan, berfoto dengan latar belakang Vihara tempat masyarakat sekitar beribadah/Dok.Pri

Desa Sampetan merupakan desa yang wilayahnya juga termasuk paling luas di kawasan wilayah Kecamatan Gladagsari. Saya merasakan jatuh cinta dengan aura toleransinya yang sungguh kental. Penganut Islam, Kristen, dan Budha hidup berdampingan dengan damai.

Bangunan Masjid, Gereja, dan Vihara banyak ditemukan di wilayah ini.  Masyarakatnya penuh dengan pesona toleransi. Mungkin mereka lupa makna perbedaan! Mungkin yang mereka ingat beda itu justru yang menyatukan mereka.

Perbedaan bukan halangan untuk menciptakan kerukunan. Agama tidak digunakan untuk memecah belah! Justru ketenangan diciptakan dan lahir dari perbedaan itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline