Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

[Refleksi Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia]: Apa yang Bisa Kita Berikan untuk Bangsa?

Diperbarui: 8 Agustus 2022   14:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : istockphoto.com

Saat saya melakukan layanan pendampingan ABK di sebuah daerah, saya merasa terkoneksi dengan banyak hal di daerah layanan tersebut, terutama dengan hal toleransi antar umat beragama. Saya sering sekali melihat kondisi dan situasi yang damai dan rukun di daerah layanan saya tersebut. Mereka tidak meribetkan hal-hal yang ruwet, rempong, dan sejenisnya. 

Toleransi yang bukan sekadar konsep bagi saya. Saya banyak belajar bersyukur. Saya sungguh beruntung bisa berada di tengah-tengah mereka. Setidaknya saya bersyukur, bahwa saya saat ini diijinkan punya kesempatan untuk bisa terlibat di daerah tersebut.

Mereka penganut Budha, Kristen, dan Islam taat. Satu sama lain saling menghargai. Mereka memiliki toleransi yang tinggi satu sama lain. Komunitas yang sehat. Saya sadar betul bahwa kondisi-kondisi semacam ini adalah kondisi genuine bangsa ini. Bangsa yang ramah, bangsa yang berbudaya, bangsa yang memiliki banyak sekali kultur-kultur indah terkait kehidupan masyarakatnya.

Budaya bisa menyatukan, pagelaran tari daerah dan wayang kulit menjadi sebuah daya tarik kerukunan tanpa sekat.

Mereka tidak meributkan apa yang berbeda. Perbedaan itu justru disikapi secara arif. Mereka benar-benar melihat esensi hidup bermasyarakat. Mereka saling membantu. Gotong-royong terhadap suatu acara tertentu menjadi kebiasaan baik yang terus dipelihara.

Bahkan saya beberapa kali mendapat pesan dari orangtua siswa yang saya layani, mereka tidak bisa mengantar ke 'sekolah' karena harus membantu perhelatan hajat (resepsi) tetangganya, atau tidak bisa hadir karena ada prosesi pemakaman tetangga.

Pagi ini, saya melakukan rutinitas yang biasa saya lakukan bersama kawan-kawan yang pernah bekerja beberapa tahun lalu secara online. Ada perkataan yang membuat saya tertegun. Bahwa acapkali, kita sebagai warga negara terlalu asyik menuntut tanpa berpikir apa sih sumbangan kecil yang sebenarnya bisa kita lakukan bagi negara ini. Nyinyir dan nyindir menjadi sebuah kebiasaan.

Evaluasi dan koreksi yang membangun cenderung dihindari. Melihat kelemahan bangsa cenderung menjadi sebuah topik bulan-bulanan yang digoreng sampai gosong.

Saya pun sadar, apalah saya. Saya pun bisa jadi justru yang menjadi biang kerok pemecah persatuan di tengah lingkungan. Pembelajaran baik dari daerah layanan tersebut justru dihadirkan untuk mengajarkan nilai-nilai kebajikan (terkhusus kepada saya di momen reflektif menuju perayaan ultah negriku)

Pencipta menghadirkan begitu banyak materi-materi ‘kuliah’ yang nyata dan gratis di kehidupan. Seperti teladan tanpa gembar-gembor masyarakat di daerah layanan saya tersebut. Mereka hanya melakukan terus, tanpa sadar itu adalah kontribusi bermakna yang warga dapat lakukan. Menjaga kerukunan, menjaga ketertiban, dan kedamaian, tidak terprovokasi budaya-budaya luar yang terkadang tidak mendukung persatuan bangsa.

Mengapa kita justru sebagai warga negara malah sering menjadi musuh dalam selimut. Bertengkar antar tetangga karena melihat tetangganya lebih maju dari kita, atau nyinyir karena mereka lebih sejahtera dibandingkan kita. Baku hantam antara kepentingan-kepentingan golongan. Saya juga toyor kening saya. Tulisan ini menjadi refleksi atas hidup pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline