Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

Menghidupi Makna Inklusi: Sebuah Perenungan dalam Konsep Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Diperbarui: 29 Juni 2022   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | Foto: ANTARA FOTO/MAULANA SURYA

Seorang ibu muda mengirimkan kabar melalui WhatsApp pagi itu. Ibu ini mengisahkan betapa kecewanya beliau saat mencarikan sekolah untuk keponakannya yang berkebutuhan khusus, yang saat itu akan memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar.

Beliau menuturkan bahwa guru-guru sekolah yang ditemui saat itu memandang dengan tatapan arogan tak bersahabat. Seketika Ibu muda ini sadar akan makna sikon yang dihadapi terkait keponakannya tersebut.

Kisah lain yang senada diceritakan juga oleh seorang ibu separuh baya. Pengalaman yang sama diterima saat mendampingi putrinya yang saat itu tengah duduk di bangku kelas satu di sebuah sekolah dasar negeri. Putrinya penyandang disabilitas intelektual.

Berbeda dari cerita sebelumnya, ibu ini mengisahkan bahwa anaknya diterima dan mendapatkan guru yang memiliki hati baik untuk mengajar anaknya di kelas satu.

Dikisahkan oleh ibu ini, anaknya mendapatkan wali kelas yang sangat berdedikasi memberikan pendampingan dengan intens pada putrinya tersebut. Di sisi lain, sungguh ironis bahwa lingkungan sekolah tersebut tidak sepenuhnya mendukung perkembangan buah hatinya.

Diskriminasi terjadi. Ada ungkapan, perlakuan, serta pernyataan yang kerap menyakitkan. Akhirnya putrinya dipindahkan ke lembaga pendidikan khusus, tetapi juga tidak mengalami perkembangan karena tenaga pendidik yang kurang support terhadap masalah putrinya.

**

Artikel ini tidak bermaksud untuk menyalahkan atau menuding beberapa pihak. Namun demikian, kisah dua ibu tersebut juga perlu diakomodir. Pendidikan terbuka untuk segala lapisan tanpa terkecuali.

Saya mengawal anak berkebutuhan khusus sejak tahun 2003. Wacana-wacana baik seputar upaya memperjuangkan masa depan mereka telah ada sejak saat itu, mungkin juga sudah sejak sebelumnya. Saya ingat betul perjuangan rekan-rekan orang tua terkait masalah pekerjaan bagi anak berkebutuhan khusus, dimana setiap perusahaan harus menerima karyawan ABK sebesar 1% sudah terlaksana pada saat ini.

Di lini pemerintah, mereka memberikan perhatiannya pada ABK dengan membangun fasilitas-fasilitas umum ramah disabilitas. Menggiatkan pekan olah raga untuk ABK, ada pembentukan stafsus presiden yang bertugas mengelola penyandang disabilitas. Ini merupakan sebuah upaya baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline