Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

Relaksasi saat Pandemi dengan "Snoezelen Room"

Diperbarui: 22 Juli 2021   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Snoezelen Room'/Sumber : www.snoezelen.info

Snoezelen merupakan sebuah mekanisme terapi yang erat kaitannya dengan sistem multisensori.

Kondisi yang sedang terjadi saat ini memang sedikit banyak berpengaruh pada segi kesehatan mental kita. Semua menjadi terlihat ‘dinamis’. Pandemi menjadi faktor esensial pengubah wajah berkehidupan hari-hari ini.

Arus informasi begitu deras menghantam. Badai informasi begitu keras dan hebat dampaknya saat ini, tidak jarang membawa situasi mental menjadi lebih mudah letih, dan biasanya berujung pada kelelahan mental akut yang akan banyak memengaruhi kesehatan mental individu.

Kesehatan mental yang akut akan merusak seluruh bangunan fisik, jiwa, serta mental seseorang jika tidak ditangani secara baik. Hal ini tentu saja harus dicegah. Ingatan saya tertuju pada sebuah terapi yang memiliki prinsip memberi pengaruh pada sistem saraf pusat manusia dengan hasil akhir relaksasi dan ketenangan.

Sebuah terapi yang dikembangkan di Belanda sekitar tahun 1970 di Hartenberg Institute oleh Jan Hulsegge dan Ad Verhuel. Terapi ini menawarkan konsep ‘lingkungan’ yang salah satunya dapat memberikan efek tenang (relaksasi) pada individu yang dikenakan perlakuan terapi tersebut.

Dia bernama Snoezelen (Controlled Multisensory Environment).

Snoezelen adalah sebuah terapi yang berisi aktivitas yang dirancang secara khusus untuk memengaruhi susunan sistem saraf pusat. Terapi ini mengedepankan pemberian stimulus yang proporsional (cukup, tidak kurang, tidak lebih atau dengan kata lain takarannya dibuat pas) pada sistem sensori primer dan sistem sensori sekunder manusia.

Sistem sensori primer terdiri dari mata (penglihatan), telinga (pendengaran), hidung (penciuman), lidah (pengecap atau perasa), dan yang terakhir adalah sensor peraba yaitu, kulit kita. Dua sistem sensori yang tersisa (sekunder) adalah vestibular (keseimbangan) dan yang terakhir, proprioseptif yang adalah kesadaran diri akan lingkungan.

Saya akan sedikit menjelaskan untuk dua sensori sekunder secara aplikatif yang diwujudkan pada keseharian kita. Jika kita termasuk individu yang sering kesandung atau jatuh karena masalah-masalah keseimbangan tubuh, maka bisa jadi area vestibular mengalami permasalahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline