Satu waktu, kenangan itu muncul kembali…
Namanya Nia. Karunia Wijaya tepatnya. Seorang gadis berparas cantik, berhati lembut namun berpendirian keras. Batu Karang kalah keras dengan pendiriannya.
“Ini, selesaikan…”, si Batu Karang menyodorkan satu amplop coklat tebal kepadaku.
“Terima kasih..”, jawabku.
Sejak itu kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Nia pindah ke kota lain untuk melanjutkan studi kedokterannya, sementara aku berkutat dengan bisnis iklanku yang semakin moncer.
*
“Graha, sudah kutinggalkan semua…!”
“Kenapa?”
“Aku memilih tenang dengan tujuanku sekarang…”
Kugenggam erat tangan lembutnya.