“Miss, kenapa sih, aku tuh gak bisa apa-apa, dibandingin temen-temenku?”
“Miss, satu-satunya orang yang gak punya talenta, cuma aku deh kayaknya…”
“Miss, koq aku gak kayak orang-orang lain, ya, mereka semua punya kemampuan yang keren…, sedangkan aku, powerless..!”
Kalimat-kalimat di atas tak jarang saya dengar, beberapa siswa dan siswi yang bercerita mengenai dirinya suatu saat di sebuah ruangan Bimbingan dan Konseling di sekolah kami.
Sebagian kecil kalimat-kalimat itu muncul, setelah mendapati kenyataan bahwa mereka harus mengalami remidi, karena tidak lolos KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Sebagian lagi karena mengalami krisis persahabatan dengan teman-teman satu gank-nya, sebagian yang lain, bercerita karena dibandingkan kemampuannya dengan kakak atau adiknya, dan cerita-cerita beragam permasalahan remaja lainnya.
Oh ya, KKM itu standar nilai, yang merupakan salah satu indikator ketuntasan akademik yang digunakan sekolah-sekolah di Indonesia saat ini.
Kegundahan dan kegalauan siswa dan siswi sering ditumpahkan dalam obrolan-obrolan mereka kepada kami, guru-gurunya. Menanggapi dan menyediakan telinga serta hati untuk mereka, merupakan sesuatu yang penting.
Jangan sampai karena satu “kegagalan”, kesalahpahaman, atau persepsi yang keliru, mereka menganggap diri mereka tidak berdaya, yang mengakibatkan tidak percaya diri yang akut.
Saya sering menganalogikan organ-organ tubuh di dalam diri manusia untuk salah satunya, mengembalikan kepercayaan diri mereka, dalam sebuah sesi mini konseling.
Sekecil, selemah apapun kita terlihat, sejatinya, kita akan selalu memiliki peran yang kuat untuk sekeliling kita. Seperti anggota tubuh atau organ tubuh yang berada di diri kita masing-masing.