Selepas menyajikan kudapan favorit keluarga kemarin sore, terbersit beberapa ide untuk mengemas tulisan yang bisa saya bagikan, kali ini dalam alur pembelajaran karakter. Gagasan semai benih budi pekerti melalui artikel untuk siswa-siswi saya selama proses belajar dari rumah, sebuah prioritas yang penting.
Empat pekan sudah dijalani oleh kita semua dalam ranah pendidikan. Mengemas sebuah pembelajaran karakter jarak jauh memang bukan hal mudah. Walau demikian, bukan berarti tidak bisa untuk dikerjakan.
Mau tidak mau, suka tidak suka, harus dijalankan. Ketika menulis dan mengajar merupakan sebuah ungkapan wujud syukur kepada sang Khalik yang keluar dalam balutan kata passion, semua rasanya lebih ringan untuk dilakukan karena terselip "adonan" cinta di dalamnya.
Alih-alih menanggapi keluhan ini dan itu dalam menyikapi pembelajaran online yang saat ini sudah terjadi, bagi saya tetap fokus dalam berikhtiar serta memberikan bagian terbaik dalam diri untuk berkontribusi secara konsisten jauh lebih penting.
Waktu terus berjalan, usia mereka (siswa dan siswi saya serta segenap siswa di penjuru nusa) pun tak mengenal pause, so ...live must go on and study from home still continue.
Ide belajar mengenai nilai dari sesuatu yang ada di sekitar kita adalah fokus tangkapan di artikel kali ini. Bersama semangkok kolak pisang hangat akan menemani pojok baca kita.
Ya, kolak pisang, berbeda dari artikel yang berselimutkan nama penganan enak hari Minggu kemarin, yang membahas mengenai tulisan. Bisa disimak di kompasiana.com/nitakristantinoer
Baiklah saya mulai saja :
1. Teropong pertama pada suapan pertama si kolak pisang hangat.
Setiap suapan yang memenuhi mulut yang bercampur dengan enzim-enzim pencernaan seolah ingin mengatakan bahwa kita gak bisa hidup sendiri.
Pisang, kolang-kaling, santan kemasan, serta gula aren yang rasanya bikin hasrat ingin nyuap terus itu, kesemuanya merupakan hasil kontribusi orang lain di dalam semangkok kolak hangat yang tersaji untuk keluarga.