Lihat ke Halaman Asli

Nita Ejul

Freelance Worker

Sukabumi Mengerti Ketika Aku Sendiri

Diperbarui: 29 Agustus 2017   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sukabumi, kota mochi penuh dengan inspirasi untuk menjadi pribadi yang penuh dengan dedikasi.

Ketika semua ide muncul tanpa adanya koneksi dan relasi, tanpa membuang gengsi, saat itu aku menulis dengan percaya diri. Begitupun hidupku yang aku jalani di sini seperti uji nyali. Hidup seorang diri tanpa sanak family, hanya sekolah tinggi yang mampu menemani.

Bukan soal tak punya kawan atau pertemanan, tapi dari sini aku belajar bagaimana caranya untuk bertahan. Perantuan adalah sebuah tempat pengharapan demi sebuah perubahan. Aku seorang mahasiswi yang ngga terkenal, ngga pintar dan bukan sorang mahasiswa yang aktif. Walaupun berkecimpung dalam dunia organisasi namun tidak betul-betul menggelutinya. Kuliah di kampus yang ngga terkenal di kalangan masyarakat Indonesia bagiku bukan masalah besar. Banyak yang nggak kuliah di kampus ternama tapi bisa menjadi agen of chane, berhasil atau tidaknya kita selesai kuliah adalah bukan IPK yang tinggi atau mendapat predikat cumlaude. Intinya aku kuliah adalah untuk  mengubah pola pikir, membawa perubahan dan bisa bermanfaat untuk orang lain, itu poin yang penting menurut pribadiku.

Karena untuk menghasilkan anak-anak yang cerdas lahir dari ibu-ibu yang terdidik. Entah kedepanya mau jadi wanita karir atau tidak yang paling penting adalah aku harus bisa menjadi ibu yang terbaik untuk anaku kelak.

Dengan tekat yang kuat aku bisa membawa diri untuk sampai di Sukabumi, memegang amanah orang tua yang selalu aku jadikan semangat. Hemat nak, banyakin doa banyakin usaha ingat tujuan awal dan ngga boleh cengeng belajar dan sabar. Kata-kata dari emak dan bapak yang menguatkan saat aku terpuruk sendiri. Emak sama bapak udah jarang ngingetin makan dan ngingetin sholat lagi, kamu udah gede apa-apa harus bisa sendiri. Yang andhap asor kata orang jawa bilang (rendah hati).

Mulai dari nyari kos sambil  nyeret koper panas-panas dengan jalan kaki, beli kasur buat tidur  termasuk ember dan gayung untuk mandi walaupun di liatin orang mulu di angkot tapi aku senyumin aja. Kali pertama ngisi pulsa listrik dan ternyata eror, masang lampu kamar sampai benerin dispenser yang rusak. Tidur dikosan yang bocor pas ujan, begadang sama ibu warung yang kalau makan boleh ngutang. Aku lakukan sendiri di Sukabumi dan sampai sekarang pun kalau masang galon juga angkat sendiri kuat banget kan, makanya seorang perantau itu di sebut orang yang paling strong alias (Sengsara Tak Tertolong).

Sukabumi mengajarkanku apa artinya sepi, Sukabumi mengerti ketika aku sendiri, Sukabumi mampu memahami di kala rindu ini terlalu menyayat hati untuk pulang karena rinndu kampung halaman. Salam sang Perantau

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline