Lihat ke Halaman Asli

Bukit Hijau dalam Bak-bak Truk

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_114626" align="alignnone" width="640" caption="Dulu yang tampak dari sudut ini adalah kawasan perbukitan yang indah dan asri."][/caption]

Pandangan saya selalu menatap dengan prihatin ke bukit tersebut setiap saya berangkat dan pulang kerja. Saya tidak tahu pasti nama bukit tersebut sebelumnya, yang saya tahu sekarang dikenal sebagai Galian C Mangunharjo, terletak di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Setiap hari saya melihat truk-truk mengangkut tanah dari mesin-mesin pengeruk yang mengikis bukit hijau ini. Dari berita yang selama ini saya ikuti di berbagai surat kabar lokal (Suara Merdeka, Jawa Pos Radar Semarang) , ternyata aktivitas penambangan tanah tersebut sudah dimulai sejak tahun 2006. Sejak tahun itu pula berbagai polemik muncul atas sah atau tidaknya kegiatan pengerukan bukit tersebut. Aktivis lingkungan hidup yang didukung Komisi C DRPD Semarang menolak adanya aktivitas penambangan tersebut dengan alasan bahwa bukit itu seharusnya menjadi kawasan hijau untuk konservasi.

Entah bagaiamana kelanjutan berbagai polemik tersebut tapi sampai saya menulis artikel ini kegiatan masih berlangsung. Walau sempat dikabarkan telah resmi dilarang tapi pihak penambang tetap bersikeras bahwa pelarangan tersebut tidak adil, mengingat ada penambangan serupa di Semarang, yaitu di Ngaliyan dan Rowosari, yang tidak dilarang. Pihak penambang pun berdalih sudah melakukan penataan ulang lahan dengan penghijauan kembali kawasan tersebut. Memang saya melihat dari jauh ada tunas-tunas pohon baru yang ditanam di lahan tersebut. Tapi tetap tidak sebanding dengan jumlah lahan hijau yang dikeruknya.

Alasan utama penambangan tanah yang mengakibatkan hilangnya bukit hijau itu adalah pengembangan lahan perumahan. Bukit diratakan untuk lahan perumahan, tanah galiannya juga dipakai menguruk tempat lain untuk dijadikan perumahan. Saya sudah banyak melihat bukit hijau di pinggiran Semarang yang disulap menjadi perumahan.

[caption id="attachment_112347" align="aligncenter" width="300" caption="Terlihat truk-truk mengangkut tanah galian di sepanjang jalan buatan."][/caption]

Manusia memang sulit belajar dari isyarat bencana. Beberapa bulan lalu terjadi banjir dan tanah longsor yang memakan korban jiwa di daerah Ngaliyan dan Mangkang, Semarang. Bencana tersebut terjadi akibat digundulinya perbukitan-perbukitan hijau di kawasan Mijen hingga Gunung Pati, Semarang untuk kawasan perumahan. Penghuni beberapa perumahan di perbukitan Ngaliyan pun sekarang mulai banyak yang dirundung gelisah dan ketakutan. Pasalnya rumah mereka retak-retak karena tanah di mana rumah mereka berdiri labil (tanah gerak). Apakah ini suatu akibat hasil pemaksaan suatu lahan konservasi yang dijadikan perumahan? Padahal menurut Pemkot Semarang sendiri masih ada lahan datar lain yang bukan kawasan hijau dan layak dijadikan lahan perumahan.

[caption id="attachment_112349" align="aligncenter" width="300" caption="Terlihat empang buatan kecil, di sekitarnya ada tunas-tunas pohon kecil sbg bentuk penataan ulang lahan oleh penambang."][/caption]

Akan butuh berapa bukit hijau lagi yang diratakan untuk menyediakan rumah bagi penduduk Semarang dan menyediakan pundi-pundi uang bagi para pengembang?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline