Lihat ke Halaman Asli

Jangan Beri SIM pada ABG

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memberi SIM pada ABG sama saja memberi golok pada yang sedang mabuk

[caption id="" align="alignleft" width="371" caption="Memberi SIM pada ABG sama saja memberi golok pada orang yang sedang mabuk"][/caption]

Jaman sekarang adalah sudah biasa melihat anak-anak ABG mengendarai sepeda motor bahkan mobil. Itu adalah suatu pemandangan lumrah dan sepertinya tidak perlu dipermasalahkan. Bila orang lain tidak mempermasalahkan maka ijinkan saya mempermasalahkannya kali ini. Saya mempermasalahkannya karena sudah gatal mendengar keluhan teman-teman saya tentang gaya berkendara para ABG yang suka “semau gue”. Hati saya juga sering berdesir prihatin melihat tingkah polah mereka di jalanan. Saya hanya sedikit berupaya membuka mata kita mengapa anak di bawah umur seharusnya tidak boleh mengendarai sepeda motor bahkan mobil sendiri? Mengapa SIM seharusnya hanya untuk mereka yang berusia 17 tahun ke atas?

Alasan yang utama adalah karena mereka belum dewasa. Ini bukan alasan klasik semata tapi juga didukung oleh fakta ilmiah kondisi biologis mereka. Pada usia puber kondisi hormonal mereka meningkat. Usia ini ditandai dengan ledakan hormonal yang keluar menjadi letupan emosi. Jangankan di jalanan, di rumah saja dengan orang tua mereka sudah mulai “liar” dan sulit diatur. Ingin menunjukkan siapa mereka, ingin jati diri mereka diakui. Hal ini terbawa sampai di jalanan.

Mereka menggunakan jalanan sebagai tempat menyalurkan emosi mereka. Habis bertengkar dengan orang tua, ribut dengan pacar, dimarahi guru, ditindas teman, semua emosi mereka berusaha disalurkan di jalan dengn unjuk kebolehan memacu kendaraan secepatnya.

Anak-anak ABG banyak yang mengalami krisis kepercayaan diri rendah, ingin lebih hebat dan populer seperti orang lain, bahkan sampai membenci diri sendiri. Hal ini membuat mereka tidak peduli dengan keselamatan diri di jalan raya. Padahal saat di jalan kita tidak hanya memikirkan keselamatan diri tapi juga keselamatan orang lain di sekitar kita.

ABG memiliki kecenderungan untuk berpikir pendek dan kurang bisa berpikir jauh ke depan. Yang penting bagaimana dirinya bisa fun, bisa lega dengan melepaskan emosi. Orang yang sudah lebih tua dan dewasa akan lebih berpikir ke depan, ada keluarga yang menunggu di rumah, orang lain yang berkendara di sekitarku juga punya keluarga yang menunggunya di rumah.

Dulu saya bergabung di sebuah sekolah swasta yang punya sistem pengawasan kedisiplinan cukup tinggi. Sekolah tersebut melarang siswa membawa mobil sendiri ke sekolah. Siswa diperbolehkan membawa motor asal berusia di atas 17 tahun.

Beberapa kali pihak sekolah mendapati beberapa siswa yang berusia di bawah 17 tahun mengendarai sepeda motor ke sekolah. Setelah diperiksa mereka bersikukuh sudah mendapat SIM resmi dari kepolisisan. Tentu saja itu SIM hasil “tembakan”. Pihak sekolah akhirnya menghubungi pihak kepolisian yang menerbitkan SIM tersebut, mempertanyakan dan mengeluhkan mengapa anak di bawah usia 17 tahun bisa mendapat SIM. Pihak kepolisian tidak bisa berkomentar apa pun. Orang tua pun dipanggil oleh pihak sekolah. Orang tua berdalih ini cara yang praktis karena mereka tidak sempat mengantar anak ke sekolah. Akan tetapi sekolah kami tetap dengan tegas melarang murid di bawah usia 17 tahun untuk mengendarai motor ke sekolah.

Banyak orang tua yang merasa bangga mampu membelikan anak mereka sepeda motor bahkan mobil di usia yang terlalu dini. Hal ini menjadi kebanggaan dan juga dalih kepraktisan waktu karena tidak perlu antar jemput anak atau membiarkan mereka naik kendaraan umum yang memakan waktu lama. Tidak sadarkah Anda bahwa memberi ijin mengendarai sepeda motor atau mobil pada anak Anda di usia yang terlalu dini sama saja dengan memberi golok kepada orang yang sedang mabuk?

Masalah ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi kepolisian dan pemerintah. Kepolisian seharusnya mendisiplin diri agar tidak ada yang namanya SIM “tembakan” bagi ABG. Pemerintah seharusnya memikirkan sarana transportasi publik yang nyaman dan efisien bagi mobilitas para pelajar, khususnya di jam-jam berangkat dan pulang sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline